Search here

25 Mei 2019

Dampak Tidak adanya Ta’aruf

Education and Knowledge Update
The Impact Of The Absence Of Ta'aruf Will Lead To The Creation Of Zina

Abah Opar : Dampak Tidak adanya Ta’aruf

Sahabatku berikut ini Abah Opar akan menyampaikan sekelumit tentang penjelasan terhadap dampak tidak adanya ta'aruf dalam tataran kehidupan bermasyarakat. 

Adapun dampak dari tidak adanya ta'aruf  akan mengarah kepada pebuatan zina. Zina secara harfiah berarti fahisyah yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang satu sama lain tidk terikat pada perkawinan. 

Para fuqaha (Ahli Hukum Islam) mengartikan zinah yaitu melakukan hubungan seksual dalam artian memasukkan zakar (kelamin laki-laki) kedalam vagina perempuan yang dinyatakan haram, bukan karena subhat, dan atas dasar syahwat. Sebagaimana  analisis hukum islam tentang perbuatan zina dalam pasal 284 KUHP bahwa zina adalah setiap hubungan seksual yang diharamkan, baik yang dilakukan oleh orang yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal ia tergolong orang mukallaf, meskipun dilakukan dengan rela sama rela.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Yang dimaksud dengan zina adalah:
1.  Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan).
2.  Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan isterinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Perbuatan zina itu merupakan tindak pidana yang amat keji yang melampaui batas, maka diancam dengan hukuman had, yakni hukuman yang  telah  ditentukan  oleh  syará,  dan  menjadi  hak  Allah. (hak masyarakat).

Dasar hukum sanksi zina didalam Al Quran yaitu:

1.      Al Isra ayat 32
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢

Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
(QS. Al-Isra:32)

Kata “la taqrabuzzina” berarti, dan jangan mendekati, mengandung  makna  larangan  untuk  terjerumus  dalam  rayuan sesuatu yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Zina itu adalah “fahisyatan wa saa a sabiila” suatu perbuatan amat keji yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang buruk dalam menyalurkan kebutuhan biologis.24

2.      An-Nuur ayat 2

ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِي فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٖۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِهِمَا رَأۡفَةٞ فِي دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ وَلۡيَشۡهَدۡ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nur:2)

Sedangkan bagi orang yang sudah menikah (muhsan) hukumannya menurut para ahli hukum Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai mati.

Hukuman ini didasarkan pada hadits Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut:
“Dari Ubadah bin Shamit Radiallahu taála ánhu, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda : “Ambillah dariku Ambllah dariku (terimalah hukuman dari padaku) sungguh Allah telah menjadikan suatu jalan bagi perempuan-perempuan:  Yang  belum kawin  dengan  yang  belum kawin (berzina), hukumannya jilid 100 (seratus) kali dan diasingkan satu tahun; yang sudah kawin dengan yang sudah kawin hukumannya dijilid seratus kali dan dirajam”27(H.R. Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa jika pelaku zina itu adalah bujang gadis atau belum menikah, maka hukumannya didera seratus kali dan diasingkan dari rumahnya selama satu tahun. Sedangkan pelaku zina itu sudah menikah, maka hukumannya dicambuk seratus kali dan dirajam sampai mati. 

Dengan demikian hukuman bagi pezina berdasarkan Surat An-Nur ayat 2 dan hadits di atas dapat dirinci menjadi dua bagian sebagai berikut:

Karena  hukuman  rajam  ini  tidak  disebut  dalam  surat  An -Nur  ayat  2,  sebagian intelektual  berpendapat  bahwa  hukuman  bagi  pezina  muhsan  maupun  ghoiru  muhsan  adalah dera  100  kali seperti  disebutkan  dalam  surat  itu.  

Tetapi  kebanyakan  fuqaha  berpendapat bahwa  hukuman  rajam  tetap  harus  dilakukan  bagi  pezina  muhsan dan  hal  ini  didasarkan pada sunnah Nabi.
1.  Di dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun bagi pezina yang belum berkeluarga (ghair muhshan).
2.  Dirajam bagi yang sudah berkeluarga (muhshan) di samping didera seratus kali.

Berdasarkan  sanksi  hukum  di  atas,  dapat  dikemukakan  bahwa syariát Islam tidak membedakan setiap orang, apakah ia seorang raja atau putra raja dan atau hamba sahaya, kaya, atau miskin, hitam atau putih. Dengan demikian jika seseorang terbukti melakukan perbuatan zina tanpa keraguan sedikitpun, maka hukuman itu akan dijatuhkan kepadanya tanpa memandang kedudukan atau status sosial.

Para ulama berkata, “ini adalah hukuman didunia bagi pezina perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Apabila keduanya sudah menikah meski baru sekali seumur hidup, maka keduanya dihukum rajam dengan bebatuan sampai mati.   Juga telah dijelaskan dalam sunah nabi saw. Bahwa jika hukuman Qishash belum dilaksanakan bagi keduanya didunia  dan  keduanya  mati dalam  keadaan  belum  bertoubat, maka keduanya akan diazab dineraka dengan cambuk dari api. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Related Post: 
TataCara Ta’aruf 
Perbedaan Ta’aruf dengan Pacaran

Abah Opar : Dampak Tidak adanya Ta’aruf

Pageviews Artcle

Rekomendasi Unuk Anda Baca

9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah

Education and Knowledge Update   Apa Saja Yang Termasuk 9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah itu ? Sahabatku beriku...

Comments
Comments