Education and Knowledge Update
The Impact Of The Absence Of Ta'aruf Will Lead
To The Creation Of Zina
Sahabatku berikut ini Abah Opar akan menyampaikan sekelumit tentang penjelasan terhadap dampak tidak adanya ta'aruf dalam tataran kehidupan bermasyarakat.
Adapun dampak dari tidak adanya
ta'aruf akan mengarah kepada pebuatan zina. Zina secara harfiah berarti fahisyah
yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang satu sama lain tidk terikat pada perkawinan.
Para fuqaha (Ahli Hukum Islam) mengartikan zinah yaitu melakukan hubungan seksual
dalam artian memasukkan zakar (kelamin laki-laki) kedalam vagina perempuan yang
dinyatakan haram, bukan karena subhat, dan atas dasar syahwat. Sebagaimana analisis hukum islam tentang perbuatan zina
dalam pasal 284 KUHP bahwa zina adalah
setiap hubungan seksual yang diharamkan, baik
yang dilakukan oleh orang yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal
ia tergolong orang mukallaf, meskipun dilakukan dengan rela sama rela.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). Yang dimaksud dengan zina adalah:
1. Perbuatan
bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan
(perkawinan).
2. Perbuatan
bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang
bukan isterinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki
yang bukan suaminya.
Perbuatan zina itu merupakan
tindak pidana yang amat keji yang melampaui batas, maka diancam dengan hukuman
had, yakni hukuman yang telah ditentukan oleh syará,
dan menjadi hak Allah.
(hak masyarakat).
Dasar
hukum sanksi zina didalam Al Qur‟an yaitu:
1. Al Isra‟ ayat 32
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ
كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
Artinya:“Dan
janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. dan suatu jalan yang buruk”.
(QS. Al-Isra‟:32)
Kata “la taqrabuzzina” berarti, dan jangan mendekati, mengandung makna larangan
untuk terjerumus dalam rayuan
sesuatu yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Zina itu adalah “fahisyatan wa saa a sabiila” suatu perbuatan
amat keji yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang buruk dalam
menyalurkan kebutuhan biologis.24
2. An-Nuur
ayat 2
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِي فَٱجۡلِدُواْ
كُلَّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٖۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِهِمَا رَأۡفَةٞ
فِي دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ
وَلۡيَشۡهَدۡ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman”.(QS. An-Nur:2)
Sedangkan bagi orang yang sudah
menikah (muhsan) hukumannya menurut para ahli hukum Islam adalah rajam (dilempari
batu) sampai mati.
Hukuman ini didasarkan pada
hadits Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut:
“Dari
Ubadah bin Shamit Radiallahu taála ánhu, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda
: “Ambillah dariku Ambllah dariku (terimalah hukuman dari padaku) sungguh Allah
telah menjadikan suatu jalan bagi perempuan-perempuan: Yang belum
kawin dengan yang belum
kawin (berzina), hukumannya jilid 100 (seratus) kali dan diasingkan satu tahun;
yang sudah kawin dengan yang sudah kawin hukumannya dijilid seratus kali dan dirajam”27(H.R.
Muslim)
Hadits di atas menjelaskan
bahwa jika pelaku zina itu adalah bujang gadis atau belum menikah, maka hukumannya
didera seratus kali dan diasingkan dari rumahnya selama satu tahun. Sedangkan pelaku
zina itu sudah menikah, maka hukumannya dicambuk seratus kali dan dirajam sampai
mati.
Dengan demikian hukuman bagi pezina berdasarkan Surat An-Nur ayat 2 dan hadits
di atas dapat dirinci menjadi dua bagian sebagai berikut:
Karena hukuman rajam ini tidak disebut
dalam
surat An -Nur ayat 2,
sebagian intelektual berpendapat bahwa hukuman bagi pezina
muhsan maupun ghoiru
muhsan adalah dera 100 kali
seperti disebutkan dalam surat
itu.
Tetapi kebanyakan
fuqaha berpendapat bahwa hukuman rajam tetap
harus dilakukan bagi pezina
muhsan dan hal ini didasarkan pada sunnah Nabi.
1. Di
dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun bagi pezina yang belum berkeluarga
(ghair muhshan).
2. Dirajam
bagi yang sudah berkeluarga (muhshan) di samping didera seratus kali.
Berdasarkan sanksi hukum di atas,
dapat dikemukakan bahwa syariát Islam tidak membedakan setiap orang,
apakah ia seorang raja atau putra raja dan atau hamba sahaya, kaya, atau miskin,
hitam atau putih. Dengan demikian jika seseorang terbukti melakukan perbuatan zina
tanpa keraguan sedikitpun, maka hukuman itu akan dijatuhkan kepadanya tanpa memandang
kedudukan atau status sosial.
Para ulama berkata, “ini adalah
hukuman didunia bagi pezina perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Apabila
keduanya sudah menikah meski baru sekali seumur hidup, maka keduanya dihukum rajam
dengan bebatuan sampai mati. Juga telah dijelaskan dalam sunah nabi saw. Bahwa
jika hukuman Qishash belum dilaksanakan bagi keduanya didunia dan keduanya
mati dalam keadaan
belum bertoubat, maka keduanya akan diazab dineraka
dengan cambuk dari api. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Related Post:
TataCara Ta’aruf
Perbedaan Ta’aruf dengan Pacaran
Related Post:
TataCara Ta’aruf
Perbedaan Ta’aruf dengan Pacaran