Search here

22 Des 2017

Pemahaman & Partisipasi Masyarakat Terhadap Undang-Undang Perpajakan Kendaraan

Berdasarkan Undang-Undang, Pajak Merupakan Iuran Rakyat Kepada Kas Negara Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Negara Dalam Menjalankan Pemerintahan.

Abah Opar Photos



Pengertian Perpajakan

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi Negara dalam menjalankan pemerintahan. Pajak ikut ambil bagian dalam pembangunan di seluruh aspek kehidupan di negara ini. Tanpa pajak, pembangunan tidak akan berjalan lancar karena besarnya pembiayaan yang diperlukan tidak akan bisa ditutupi dengan pinjaman dan bantuan luar negeri.

Menurut Soemitro dalam Rahayu, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment[1].

Menurut Adriani dalam Brotodiharjo pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan[2].

Dari pengertian-pengertian tersebut disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur (Rahayu, 2010:23):
1.     Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.     Pajak dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
3.     Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapretasi secara langsung oleh pemerintah.
4.     Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah mencari laba.
5.     Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka akan dipergunakan untuk membiayai public invesment.[3]

Adapun beberapa jenis pajak berdasarkan pengelompokannya yaitu:
a.      Menurut golongannya
1.        Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2.        Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

2.     Menurut Sifatnya
a.      Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
b.     Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3.     Menurut Lembaga Pemungutnya
Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.
Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas :
a)      Pajak propinsi
Contoh : Pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan baker kendaraan bermotor.
b)      Pajak kabupaten / kota
Contoh : pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan

Partisipasi Membayar Pajak

Bagaimanapun juga, menuju wajib pajak patuh adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

pemerintah dan kepatuhan ini hanya akan terwujud jika setiap orang memiliki kesadaran yang baik. Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas.

Definisi kesadaran wajib pajak menurut Nasution adalah sebagai berikut: “Kesadaran wajib pajak merupakan sikap wajib pajak yang telah memahami dan mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak dan telah melaporkan semua penghasilannya tanpa ada yang disembunyikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”[4]

Nurmantu menyatakan bahwa: “Kesadaran wajib pajak menyatakan penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak[5].”

Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku tentu berkaitan dengan factor-faktor apakah ketentuan hukum tersebut telah diketahui, diakui, dihargai. Bila seseorang hanya mengetahui, berarti kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka yang mengetahui demikian seterusnya. Idealnya untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak, wajib pajak meski diajak untuk mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku.

Nurmantu menyatakan bahwa: “Wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Kesadaran perpajakan tumbuh karena rakyat merasa ikut serta dalam menentukan peraturan perpajakan.[6]

Mewujudkan wajib pajak yang sadar dan peduli pajak tidak bias berlandaskan adagium hukum, semua orang dianggap tahu atas undang-undang yang telah dikeluarkan pemerintah. Pikiran idealisme tidak efektif, karena tidak memperhitungkan kondisi lainnya, seperti kondisi sosiologis agar ia menaati ketentuan yang berlaku. Upaya sosialisasi peraturan menjadi salah satu factor keberhasilan mewujudkan wajib pajak yang sadar dan peduli pajak.

1.     Menurut Nasution dalam mewujudkan wajib pajak yang sadar dan peduli pajak, telah dijalankan berbagai macam cara seperti:
a.  “Pelayanan prima; memberikan pelayanan yang prima kepada wajib pajak telah menjadi program khusus Direktorat Jenderal Pajak seperti penunjukkan Account Representative (AR) untuk melayani wajib pajak secara khusus, dengan pencepatan pemberian restitusi wajib pajak patuh, pembayaran pajak secara online (online payment), pendaftaran wajib pajak serta pelaporannya melalui e-regristration, segala informasi peraturan terbaru bisa diketahui wajib pajak melalui website:www.pajak.go.id, dll.
b.  Penyuluhan pajak; pada dasarnya setiap petugas pajak (fiskus) adalah penyuluh pajak. Sebagai konsekuensi logis Self Assessment System yang dianut, maka wajib pajak mempunyai hak mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
c.   Pemeriksaan pajak; kegiatan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Harapan meningkatkan efektivitas lawenforcement telah diwujudkan melalui kualitas pemeriksaan, profesionalisme tenaga pemeriksa, metode dan prosedur pemeriksaan dengan sistem informasi manajemen pemeriksaan pajak melalui otomasi computer. Sistem pemeriksaan yang terus disempurnakan ini diharapkan akan menghilangkan tumpang tindih pemeriksaan, sehingga kepastian hukum utang pajak segera dapat diketahui wajib pajak.
d.  Penagihan; upaya membangun wajib pajak yang sadar dan peduli pajak dilakukan melalui tindakan menagih utang pajak yang belum dilunasi wajib pajak.”

2.   Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring.kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat.

Kesadaran wajib pajak atas perpajakan sangat diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tingkat kesadaran perpajakan menunjukkan seberapa besar tingkat pemahaman seseorang tentang arti, fungsi dan peranan pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan.

Indikator kesadaran wajib Pajak menurut Irianto, yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, di antaranya :
a.      Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.

b.      Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
c.      Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.”

Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB) adalah pajak yang dipungut atas setiap penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik. Kendaraan Bermotor (KBM) adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.

Abah Opar : Trendy & cool cars

Contoh: Dasar hukum Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Barat.

1.     Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli Tahun 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 47) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010).

2.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

3.     Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

4.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2014 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2014, serta ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 23 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

5.     Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)

6.     Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 46)

7.     Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 48)

8.     Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 13 Seri B, Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 105)

Dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dua unsur pokok yaitu Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Nilai jual kendaraan bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti isi silinder dan/atau satuan daya, penggunaan kendaraan bermotor, jenis kendaraan bermotor, merek kendaraan bermotor, tahun pembuatan kendaraan bermotor, berat total kendaraan bermotor, banyaknya penumpang yang diizinkan, dan dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu. Bobot sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-faktor seperti tekanan gandar, jenis bahan bakar kendaraan bermotor, jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor.

Pendapatan Daerah
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara teknis mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran, yang terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah.

Secara umum komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ini dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu:
a.      Penerimaan daerah, terdiri dari pendapatan daerah yang merupakan perkiraan terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dan penerimaan pembiayaan daerah yang merupakan semua penerimaan yang harus dibayar kembali baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya;

b.     Pengeluaran daerah, terdiri dari belanja daerah yang merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan sesuai dengan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan daerah maupun yang ditugaskan serta kebutuhan lainnya yang sejalan dengan perundangan yang berlaku, dengan pendistribusiannya mengindahkan prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat khususnya dalam memberikan pelayanan umum;

c.      Pengeluaran pembiayaan daerah yang merupakan semua pengeluaran yang akan diterima kembali pada tahun anggaran terkait maupun pada tahun berikutnya.

Peraturan perundangan yang mengatur pajak dan retribusi daerah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan pemberlakuan pelaksanaannya efektif pada Tahun 2010. Sebagai pelaksanaan dari Perundangan-undangan tersebut, telah ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak daerah dan Peraturan daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan daerah Nomor 14 Tahun 2011.

Kebijakan Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2014 untuk pendapatan daerah, diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan serta penerimaan dari BUMD. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah, dengan cara:
1.        Intensifikasi dan ekstensifikasi objek pendapatan daerah dari sumber PAD yang lebih efektif;

2.        Revitalisasi peran dan skala usaha BUMD;

3.        Mendukung Kanwil Direktorat Jendral Pajak dan kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam rangka optimalisasi pemungutan PBB, PPh Orang Pribadi Dalam Negeri (OPDN) dan PPh Pasal 21;

4.        Memperkuat kemampuan analisis yang makin akurat terhadap kondisi makro ekonomi nasional dan regional untuk kepentingan penyusunan asumsi-asumsi perhitungan pendapatan daerah;

5.        Validasi potensi pendapatan secara berkesinambungan;

6.        Optimalisasi pengelolaan asset dan keuangan daerah;

7.        Peningkatan akurasi data Sumber Daaya Alam sebagai dasar perhitungan pembagian Dana Perimbangan;

8.        Optimalisasi ruang koordinasi perhitungan Dana Perimbangan degan unsur pemerintah pusat;

9.        Inisiasi sumber sumber pendapatan dari pihak ketiga/ masyarakat;

10.    Penegakkan regulasi perpajakan dan retribusi secara konsisiten;

11.    Optimalisasi seluruh perangkat pendapatan pada seluruh unit pengelola pendapatan;

12.    Memperkuat pelaksanaaan koordinasi pemungutan dengan seluruh stakeholder;

13.    Meningkatkan kompetensi pegawai yang makin kompetitif;

14.    Memberlakukan sistem reward untuk pencapaian kinerja organisasi;

15.    Menerapkan SOP yang makin teruji;

16.    Melakukan standarisasi sarana dan prasarana pengelolaan pendapatan;

17.    Penyediaan sentra-sentra layanan pendapatan yang berada di pusat-pusat komunitas publik; 

18.    Memberikan pilihan untuk membayar pajak melalui ATM (e-Samsat);

19.    Penerapan teknologi informasi yang relevan dengan peningkatan kinerja organisasi;

20.    Penerapan model dan metode koordinasi pendapatan yang makin efektif;

21.    Mempertajam sistem pengendalian kinerja;

22.    Melakukan pengembangan sistem pendapatan yang terintegrasi secara online.
    
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Halim, 2006).

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Isdijoso, 2002). Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).


Daftar Pustaka


[1] Rahayu, Siti Kurnia. “Perpajakan Indonesia”. Edisi Pertama. (Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010). h. 22
[2] Brotodiharjo, R. Santoso, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. (Bandung, PT. Refika Aditama, 2009)h. 19
[3] Rahayu, Siti Kurnia, opcit.
[4] Nasitoon, .... 2006), h.62
[5] Nurmantu, ...........(............., 2005)h.7

Pageviews Artcle

Rekomendasi Unuk Anda Baca

9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah

Education and Knowledge Update   Apa Saja Yang Termasuk 9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah itu ? Sahabatku beriku...

Comments
Comments