Waktu Yang Menyertai Hidup Kita Adalah Puncak Dari Usaha
Sebelumnya dan Pasti Selalu Baru
Apa yang dipikirkan
ketika melihat diri kita lebih dalam?
"Waktu yang menyertai hidup
kita adalah puncak dari usaha sebelumnya dan pasti selalu baru. Komunikasi
antar sesama hanya detik ini yang baru selain itu usang, hanya hikmah yang
membuat kita berubah dan karena kita yang mau mengubahnya. Lantas ... sejujurnya. !"
Dengan siapa kita harus mengadu
ketika perbuatan dan perilaku yang salah membuat masalah?
Dengan siapa kita berbagi ketika
sukses digapai dalam hidup ?
Kepada siapa kita memuji ketika
cita-cita terlaksana?
Perbuatan apa yang akan dilakukan
ketika jiwa dan raga dalam keadaan sehat pun sebaliknya ?
yang jelas untuk apa kita hidup
dan mau kemana tujuan hidup kita ?
Sudahkah kita coba mulai dari yang
termudah ... atau ... sungguh-sungguh sampai pada limits kemampuan ?
Semua jawabannya ada dalam kejujuran
yang haqiqi pada qholbu .... disini.......!!!
Mari
kita simak apa Introspection atau
muhasabah itu?
Introspection: Introspeksi berarti
proses pengamatan terhadap diri sendiri dan pengungkapan pemikiran dalam yang
disadari keinginan, dan Sensasi.
Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya.
Bisa juga disebut sebagai kontempelasi pribadi, dan berlawanan dengan ekstropesi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri. Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan refleksi diri.
Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya.
Bisa juga disebut sebagai kontempelasi pribadi, dan berlawanan dengan ekstropesi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri. Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan refleksi diri.
Penganut behaviorisme
berpendapat bahwa introspeksi tidak bisa diandalkan karena beranggapan bahwa
permasalahan ilmiah dalam psikologis harus dalam bentuk sesuatu yang dapat
diukur secara objektif. Hal ini membuat aliran tersebut lebih memperhatikan
perilaku yang dapat diukur dibanding kesadaran atau sensasipsikologis kognitif
menerima penggunaan metode ilmiah tetapi menolak introspeksi sebagai
metode yang valid untuk penelitian berdasar alasan tersebut.
Di sisi
lain, introspeksi dapat dianggap sebagai alat yang valid untuk mengembangkan
hipotesis ilmiah dan model teoretis, khususnya dalam ilmu dan
rekayasa kognitif.
Introspeksi
digunakan oleh Wilhelm Wundt dalam laboratorium psikologi
eksperimental yang ia dirikan di Leivjing tahun 1879 Wundt
beranggapan bahwa penggunaan introspeksi dalam penelitian akan menghasilkan
informasi tentang bagaimana pikiran seseorang bekerja, sehingga ia ingin
memeriksa pikiran tersebut sampai elemennya yang paling dasar.
Wundt bukan sebagai penemu dari proses yang disebut introspeksi ini, melainkan sudah ada sejak zaman Sokrates Kontribusi Wundt adalah memasukkan metode ini ke dalam eksperimen ilmiah yang menjadi lapangan baru pada psikologi pada saat itu.
Disisi lain kata
Introspeksi diri adalah waktu untuk menilai diri kita sendiri. memasang cermin
untuk melihat seberapa baik atau buruk untuk kita sendiri ataupun untuk orang
lain.
Proses menjadi lebih baik adalah proses dimana kita sudah
mengetahui akan kesalahan dan ingin memperbaikinya dan tidak akan pernah
mengulanginya.
Kegunaan introspeksi antara lain:
1. Instropeksi diri adalah melihat ke dalam
diri sendiri, Nah pada waktu melihat diri sendiri inilah kita harus benar-benar
jujur untuk menghasilkan introspeksi diri yang tepat. Dan setelah itu mulailah
hidup baru perbaiki kesalahan lalu, berpikirkan ke depan dengan segala sesuatu
yang baik. Maka jadikan hari ini sebagai momentum diri menjadi pribadi yang
sukses dan benar dengan introspeksi diri. Metode
untuk mengatasi kekuasaan nafsu ammarah atas hati seorang adalah dengan selalu
mengintrospeksi dan menyelisihinya.
2. Memahami kelemahan pribadi. Introspeksi diri
diawali dengan sikap rendah hati. Menyadari bahwa kita tidak luput dari
kekeliruan atau kesalahan. Orang yang sombong tidak mau melakukan evaluasi diri
karena selalu merasa benar. Akibatnya tidak ada pertumbuhan pribadi, karena
hanya bersikap menyalahkan orang lain, situasi atau bahkan Tuhan. Memahami
titik kritis berarti memiliki sikap waspada dan antisipasi. Kemampuan untuk
menjaga diri dan mewaspadai situasi sebelum terjadi hal-hal yang fatal.
3. Proses menuju pribadi yang lebih baik.
Introspeksi diri bukan berarti bersikap menghakimi atau menyalahkan diri
sendiri. Tetapi bentuk kebesaran hati untuk memperbaiki dan mengembangkan diri
sendiri. Orang yang sulit melakukan introspeksi diri cenderung bersikap
kekanak-kanakan. Karena kedewasaan dan kematangan pribadi lahir dari
keterbukaan untuk mengevaluasi dan mengembangkan diri sendiri.
4. Agenda introspeksi. Kapan
dan apa saja dalam diri kita yang perlu dievaluasi?
a. Pertama, sebelum melakukan sesuatu. Ada pepatah mengatakan
bahwa orang yang mau membangun menara pasti akan memperhitungkan anggaran
biayanya. Introspeksi dalam hal langkah awal yang harus dilakukan, bagaimana
rencana dan kesanggupan atau sumber-sumber yang kita miliki.
b. ketika sedang melakukan sesuatu. Introspeksi
diperlukan untuk mencegah agar tidak terlanjur lebih jauh lagi jika ternyata
ada kekeliruan. Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah metode dan cara, asumsi
dan pandangan, pengetahuan dan keahlian yang digunakan. Proses antisipasi titik
kritis dan langkahlangkah perbaikan jika diperlukan.
c. setelah melakukan sesuatu. Pengalaman
selalu merupakan guru yang terbaik. Introspeksi diri berguna untuk tindakan
perbaikan atau recovery jika terjadi kekeliruan. Atau menjadi pembelajaran agar
kelak kita tidak mengulang kesalahan yang sama.
5. Metode untuk mengatasi kekuasaan nafsu ammarah atas
hati seseorang adalah dengan selalu mengintrospeksi dan menyelisihinya. Imam
Ahmad meriwayatkan, Umar bin Khattahab berkata, “Hisablah dirimu sebelum
dihisab! Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang! Sesungguhnya
berintrospeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan daripada hisab di
kemudian hari. Begitu juga dengan hari ‘aradl (penampakan
amal) yang agung.”
Hasan al-Bashri berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Dan sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi. Seorang mukmin itu bisa saja dikejutkan oleh sesuatu dan ia takjub kepadanya. Lalu berkatalah ia, ‘Demi Allah, aku benar-benar menginginkanmu. Begitupun kamu adalah bagian dari kebutuhanku. Tetapi, Allah tidak memberi alasan bagiku untuk mencapaimu. Duhai, ada jurang diantara kau dan aku!’ Maka sesuatu itu pun lenyap dari hadapannya. Kemudian si mukmin akan kembali kepada dirinya dan berkata, ‘aku tidak menginginkan hal ini! Apa peduliku dengan semua ini!
Demi Allah aku tidak akan mengulanginya selama-lamanya!’ Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang ditopang oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an menghalangi kehancurannya. Seorang mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha membebaskan diri (menuju negerinya: akhirat). Dia tidak merasa aman sampai berjumpa dengan Allah. Dia tahu bahwa pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota badan, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.”
Sudah menjadi keharusan bagi setiap orang –yang beriman kepada
Allah ‘Azza wa Jalla dan hari akhir –untuk tidak lupa
mengintrospeksi nafsu; menyempitkan ruang geraknya, dan menahan gejolaknya.
Sehingga, setiap hembusan nafas adalah mutiara bernilai tinggi, dapat ditukar
dengan perbendaharaan yang kenikmatannya tak akan pernah sirna sepanjang
masa. Menyia-nyiakan nafas ini, atau menukarnya dengan sesuatu yang
mendatangkan kecelakaan adalah kerugian yang sangat besar. Hanya saja, hakikat
kerugian ini baru benar-benar tampak nanti di hari kiamat.”(Q.S Ali Imran: 30)
يَوۡمَ تَجِدُ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا عَمِلَتۡ مِنۡ خَيۡرٖ مُّحۡضَرٗا وَمَا عَمِلَتۡ مِن سُوٓءٖ تَوَدُّ لَوۡ أَنَّ بَيۡنَهَا وَبَيۡنَهُۥٓ أَمَدَۢا بَعِيدٗاۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ ٣٠
30. Pada hari ketika tiap-tiap diri
mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang
telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang
jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya
Muhasabah (mengintrospeksi diri) itu
ada dua macam; sebelum dan sesudah beramal. Muhasabah sebelum
beramal yaitu hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenungkan di saat pertama
munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai
benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada
meninggalkannya.
Hasan Al-Bashri berkata,” Semoga
Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan
sesuatu. Jika itu karena Allah, ia lanjutkan, dan jika bukan karenaNya, ia
menangguhkannya.
”
”
Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1.
Introspeksi
diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak
Allah ‘Azza wa Jalla. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan
serampangan, tidak semestinya. Padahal hak Allah ‘Azza wa Jalla berkaitan
dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam, yaitu, ikhlas dan setia kepada Allah
di dalamnya; mengikuti Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam; menyaksikannya
dengan persaksian ihsan; menyaksikannya sebagai anugerah
Allah ‘Azza wa Jalla baginya; dan menyaksikan kelalaian
dirinya di dalam mengamalkannya. Demikianlah, ia harus melihat apakah dirinya
telah memenuhi keseluruhannya, atau belum.
2.
Introspeksi
diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.
3.
Introspeksi
diri atas perkara yang mubah, atas dasar apa ia melakukannya. Apakah dalam
rangka mengharap Allah ‘Azza wa Jalla dan akhirat, sehingga
dia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia dan keserbabinasaannya,
sehingga ia merugi?
Akhir dari perkara yang dilalaikan,
tidak disertai dengan muhasabah, dibiarkan begitu saja, dianggap mudah dan
disepelekan adalah kehancuran. Ini adalah keadaan orang yang tertipu. Ia
pejamkan matanya dari berbagai akibat kebejatannya sambil berharap
Allah ‘Azza wa Jalla mengampuninya. Ia tidak pernah peduli kepada
muhasabah dan akibat kejahatannya. Pun, jika ia melakukannya, dengan segera ia
akan berbuat dosa, menekuninya dan ia akan sangat kesulitan meninggalkannya.
Maka hendaknya seseorang
mengintrospeksi diri lebih dahulu pada hal-hal yang fardhu (wajib).
Bila ia melihat ada kekurangan padanya, ia akan melengkapinya
dengan qadla’ (penggantian) atau ishlah (perbaikan).
Kemudian kepada hal-hal yang
diharamkan. Bila ia merasa pernah melakukannya, ia pun bersegera untuk
bertaubat, beristighfar, dan mengamalkan perbuatan-perbuatan baik yang dapat
menghapuskan dosa.
Kemudian kepada kealpaan, bila ia
mendapati dirinya telah alpa berkenaan dengan tujuan penciptaannya, maka ia
segera memperbanyak dzikir dan menghadap Allah. Lalu kepada
ucapan-ucapannya, atau ke mana saja kakinya pernah berjalan, atau apa saja yang
tangannya pernah memegang, atau telinganya pernah mendengar. Apa yang
diinginkan dari semua ini? Mengapa ia melakukannya? Untuk siapa? Dan sesuaikah
dengan petunjuk?
Sesungguhnya setiap gerakan atau
ucapan itu akan dihadapkan pada dua pertanyaan; untuk siapa dikerjakan? dan
bagaimana cara mengerjakannya?
Pertanyaan pertama tentang ikhlas
dan yang kedua tentang mutaba’ah (kesesuaian dengan sunnah). Allah berfirman,
“Supaya (Allah) memintai pertanggungjawaban orang-orang yang benar tentang
kebenaran mereka.” (Q.S Al -Ahzab: 8)
لِّيَسَۡٔلَ ٱلصَّٰدِقِينَ عَن صِدۡقِهِمۡۚ وَأَعَدَّ لِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابًا أَلِيمٗا ٨
8. agar Dia menanyakan kepada
orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi
orang-orang kafir siksa yang pedih
Apabila orang-orang yang benar saja
dimintai pertanggungjawaban atas kebenarannya, dan dihisab atasnya, lalu
bagaimana dengan orang-orang yang dusta ?
Dalam menjalani kehidupan ini,
setiap manusia pasti menemukan lika-liku yang membuatnya merasakan kebahagian
dan kesedihan secara bergantian. Ketika jalan hidup membawa kita ke puncak
kesuksesan, maka hanya kebahagiaan yang memenuhi diri kita. Seakan-akan semua
hal yang ada di semesta ini mendukung semua rencana dan mengabulkan semua
keinginan kita. Tapi akan ada masanya jalan hidup membawa kita jatuh jauh ke
bawah. Pada saat itulah, semua kebahagiaan akan lenyap dan diri kita pun merasa
jika semua yang terjadi di dunia ini tampak selalu buruk. Semua rencana kita
seakan digagalkan, semua mimpi kita seakan sirna.
Perubahan hidup yang sedemikian
dinamis ini seharusnya bisa kita tanggapi dengan bijak. Tidak dengan
menyepelekan, namun tidak juga dengan berlebihan. Salah satu cara untuk bisa
terus tegar menjalani kehidupan dengan segala dinamika yang ada di dalamnya
adalah dengan melakukan introspeksi diri. Introspeksi diri merupakan sebuah
proses di mana seseorang melakukan pengamatan terhadap dirinya sendiri. Melalui
introspeksi diri, seseorang akan mampu mengungkap segala pemikiran yang ia
sadari secara penuh. Introspeksi diri juga membantu manusia mengungkap
keinginan, hingga kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya.
Introspeksi diri dapat membantu
seseorang untuk bercermin tentang diri dan kehidupannya selama ini. Hal apa
yang telah dilakukannya selama ini yang ternyata mampu membawanya ke puncak
kesuksesan. Serta hal apa yang selama ini telah dilakukan yang baik secara
langsung atau pun tidak langsung membuatnya jatuh ke dalam lubang kegagalan.
Melalui introspeksi diri, kita akan
lebih mudah menentukan tujuan hidup ke depan. Tentunya, tujuan hidup yang kita
dapatkan melalui introspeksi diri ini akan mampu membawa kita sebagai manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.
Introspeksi merupakan proses
pengamatan terhadap diri sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
introspeksi diri merupakan peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan, sikap,
kelemahan, serta kesalahan dari diri sendiri.
Intropeksi diri biasa disebut pula
dengan istilah kontemplasi atau refleksi diri. Ketiganya memiliki pengertian
yang sama, yaitu melihat diri sendiri dan melakukan pengungkapan pikiran dalam
pemikiran yang disadari. Intropeksi diri merupakan lawan dari ekstropeksi. Jika
intropeksi merupakan proses dalam melihat diri sendiri, maka ekstropeksi
merupakan proses pengamatan yang dilakukan terhadap objek-objek di luar diri.
Intropeksi diri merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam kondisi psikis
seseorang. Meskipun begitu, introspeksi diri diragukan dalam pemecahan
permasalahan ilmiah dalam psikologi. Sifat introspeksi yang subjektif dan tidak
bisa diukur membuat beberapa kalangan meragukan kemampuan introspeksi sebagai
tolak ukur dalam permasalahan psikologi.
Hendaklah kita senantiasa bertaqwa
kepada Allah Azza wa Jalla dan hendaklah kita khawatir dengan suatu hari dimana
tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang lain selain amalannya. Kala itu
amallah yang menjadi penentu kebahagian dan kesengsaran seseorang, jika dia
beruntung maka kebahagiaan abadi akan menjadi miliknya sebaliknya jika merugi
maka kesengsaraan tak terperikan akan menimpa.
Allah Azza wa Jalla telah mengutus
rasulNya yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, sebagai
pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, menyeru ke jalan Allah dan sebagai
pelita penerang jalan. Allah Azza wa Jalla juga sudah menurunkan Al Qur’an
kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai cahaya penerang, tidak ada
kebaikan dan keutamaan yang tersisa kecuali telah ditunjukkan serta tidak ada
keburukan yang terlupakan melainkan semuanya telah diperingatkan. Allah
berfirman :
[Al An’am/6 : 38]
وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا طَٰٓئِرٖ يَطِيرُ بِجَنَاحَيۡهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمۡثَالُكُمۚ مَّا فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ مِن شَيۡءٖۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يُحۡشَرُونَ ٣٨
38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di
bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat
(juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan
[An Nahl/16: 89]
وَيَوۡمَ نَبۡعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٖ شَهِيدًا عَلَيۡهِم مِّنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَجِئۡنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ ٨٩
89. (Dan ingatlah) akan hari
(ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda : Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu juga
jelas. Dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (belum jelas)
yang tidak diketahui (hukumnya) oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang
menghindari syubhat berarti dia telah membebaskan dirinya demi agama dan
kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam masalah syubhat berarti dia
(hampir) terjerumus dalam perkara haram. Ibarat seorang penggembala yang
bergembala di sekitar daerah terlarang hampir saja dia bergembala pada daerah
itu. Ingatlah masing-masing penguasa memiliki daerah terlarang dan daerah
larangan Allah Azza wa Jalla adalah hal-hal yang diharamkan. Ingatlah
sesungguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh
tubuh akan menjadi baik; jika dia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad,
ingatlah itulah hati. [Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Nu’man
bin Basyir].
Dalam hadits lain : Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan perkara-perkara fardhu, maka janganlah
kalian sia-siakan ! dan telah membuat batas-batas, maka janganlah kalian
langgar ! Allah telah mengharamkan beberapa hal, maka janganlah kalian langgar
! Dan Allah diam tentang hukum beberapa hal sebagai bentuk kasih sayang, maka
janganlah kalian bertanya tentangnya.”
Jika kita sudah mengetahui hak-hak
Allah Azza wa Jalla yang wajib kita tunaikan begitu juga hak-hak lainnya, maka
wajiblah bagi kita untuk ekstra dalam menginterospeksi diri kita terus-menerus.
Dengan harapan hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan. Orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla dan merasa takut pada adzabNya dalam semua perbuatan yang dia lakukan ataupun yang ditinggalkan, maka dia jarang sekali berbuat salah saat menunaikan kewajiban dan dia akan menahan diri dari hal-hal yang diharamkan serta berusaha menunaikan kewajibannya kepada orang lain. Allah berfirman : [Al Mukminun 57-61]
إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ٥٧ وَٱلَّذِينَ هُم بَِٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُونَ ٥٨ وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُونَ ٥٩ وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ ٦٠ أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ ٦١
57. Sesungguhnya orang-orang yang
berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka
58. Dan orang-orang yang beriman
dengan ayat-ayat Tuhan mereka
59. Dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun)
60. Dan orang-orang yang memberikan
apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu
bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka
61. mereka itu bersegera untuk
mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya
[Al Mukminun 57-61]
Orang yang senantiasa menghadirkan
Allah Azza wa Jalla dalam dirinya, mengintrospeksi diri dan menekan nafsu agar
melaksanakan amalan-amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla dan meghindari dosa, maka hatinya akan baik serta baik pula hasil
akhirnya. Allah Azza wa Jalla berfirman : [An Nazi’at/79 : 40-41]
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ٤٠ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٤١
40. Dan adapun orang-orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya
41. maka sesungguhnya surgalah
tempat tinggal(nya)
Dia juga akan senantiasa bersabar
dalam beribadah kepada Allah, sebagai wujud ketaatan kepada firman Allah Azza
wa Jalla : [Maryam/19 : 65]
رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَا فَٱعۡبُدۡهُ وَٱصۡطَبِرۡ لِعِبَٰدَتِهِۦۚ هَلۡ تَعۡلَمُ لَهُۥ سَمِيّٗا ٦٥
65. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan
apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)
Dan firman Allah Azza wa Jalla : [Thaha/20 : 132]
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسَۡٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ ١٣٢
132. Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa
Dan juga dalam rangka meniru para
salafusshalih yang senantiasa menjaga ibadahnya kepada Allah Azza wa Jalla . Orang
yang senantiasa memuhasabah dirinya, dia akan memiliki banyak kebaikan dan
sedikit keburukan. Dia akan datang menemui Rabbnya dalam keadaan ridha dan
diridhai, dia akan dimasukkan ke surga bersama para nabi, shiddiqien, para
syuhada’, orang-orang shalih dan mereka itulah sebaik-baik teman. Oleh karena
itu, wahai saudara-saudaraku, hendaklah kita memuhasabah (mengintrospeksi) diri
dalam segala ucapan yang kita ucapkan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : [Qaaf/50 :18]
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ ١٨
18. Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir
Hendaklah kita selalu memuhasabah
diri kita dalam segala tindakan kita. Karena Allah Azza wa Jalla berfirman :
[Az –Zalzalah/99 : 7-8]
فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ ٧ وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ ٨
7. Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula
Dan hendaklah kita memuhasabah diri
kita pada setiap niatan dan hal-hal yang berkecamuk dalam dada kita. Karena
Allah berfirman : Baqarah : 235]
وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا عَرَّضۡتُم بِهِۦ مِنۡ خِطۡبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوۡ أَكۡنَنتُمۡ فِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُواْ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗاۚ وَلَا تَعۡزِمُواْ عُقۡدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡكِتَٰبُ أَجَلَهُۥۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٞ ٢٣٥
235. Dan tidak ada dosa bagi kamu
meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin
dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka)
perkataan yang ma´ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad
nikah, sebelum habis ´iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.
Jika kita belum mengetahui hukum
sesuatu, maka janganlah kita lancang, hendaklah kita bertanya kepada para ulama
tentang hukumnya baru kemudian kita tindak lanjuti. Allah Azza wa Jalla
mengingatkan: Nahl /16 : 43]
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ إِلَّا رِجَالٗا نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسَۡٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٤٣
43. Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui
Jika setiap muslim saat mendapatkan
sesuatu yang belum jelas hukumnya, lalu dia menanyakan kepada diri dan
ternayata dia tetap tidak tahu, maka hendaklah dia meninggalkannya. Berdasarkan
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Kebaikan itu yaitu sesuatu disenangi
jiwa dan hati sedangkan dosa yaitu sesuatu yang bergolak dalam jiwa, ragu-ragu
serta engkau tidak suka dilihat oleh orang (saat melakukannya).
Yang dimaksud dengan kata nafsu
(jiwa) dalam hadits diatas adalah jiwa yang muthmainnah. Jiwa yang cinta kepada
yang dicintai Allah serta benci kepada yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala.
jiwa yang percaya penuh kepada Allah dan bertawakkal kepadaNya dalam segala
urusan.
Sedangkan hati yang dimaksudkan
disini adalah hati yang selamat dari hal-hal syubhat dan syahwat. Inilah hati
yang dapat mengidentifikasi kebaikan dan keburukan saat terjadi kesamaran.
Adapun jiwa yang sakit, yang terinfeksi penyakit syubhat dan syahwat, maka
tidak ada lagi perkara syubhat baginya. Dia tidak mencintai apa yang dicintai
Allah Azza wa Jalla serta tidak membenci yang dibenci Allah Azza wa Jalla dan
tidak ada lagi yang bisa membendung dia dari perbuatan haram. Allah Azza wa
Jalla berfirman : [Ali Imran/3 : 7]
هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ مِنۡهُ ءَايَٰتٞ مُّحۡكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٞۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُۗ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِي ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلّٞ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٧
7. Dialah yang menurunkan Al Kitab
(Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah
pokok-pokok isi Al qur´an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat
yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta´wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta´wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal
Memuhasabah diri serta berpegang
teguh dengan sunnah merupakan jalan selamat. Adapun orang yang mengekor kepada
hawa nafsunya dan melepaskannya tanpa kendali, maka sungguh buruk akibat yang
akan menimpanya. Allah Azza wa Jalla berfirman : [An Nazi’at/79 : 37-39]
فَأَمَّا مَن طَغَىٰ ٣٧ وَءَاثَرَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا ٣٨ فَإِنَّ ٱلۡجَحِيمَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٣٩
37. Adapun orang yang melampaui batas
38. dan lebih mengutamakan kehidupan
dunia
39. maka sesungguhnya nerakalah tempat
tinggal(nya)
Semoga Allah memberikan kita
kekuatan untuk senantiasa memuhasab diri kita.
Kondisi kaum muslimin saat ini
menuntut kita untuk berpikir dan terus berpikir. Saat musuh-musuh Allah
memporak-porandakan barisan kaum muslimin, pada saat yang sama mereka dalam
susah dan sengsara. Kitapun sudah tahu faktor utamanya yaitu karena meninggalkan
syari’at Allah. Maka, langkah pertama untuk memperbaiki kondisi kaum muslimin
secara umum adalah dengan memperbaiki individu.
Dengan cara senantiasa memuhasabah
diri sebelum tiba saat dihisab oleh Allah Azza wa Jalla Yang Maha Adil.
Hendaklah kita memuhasabah diri kita, kita bertanya kepada diri masing-masing;
Amalan shalih apa yang telah kita perbuat untuk Islam ? sudahkah kita ini
termasuk orang-orang yang senantiasa menghormati dan mengagungkan syari’at
Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah kita ini termasuk orang-orang yang senantiasa
menjauhi larangan-larangan serta hal yang mendatangkan murka Allah Azza wa
Jalla ? mengenai mengagungkan syari’at Allah, Allah berfirman : [Al Hajj/22:
30]
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦۗ وَأُحِلَّتۡ لَكُمُ ٱلۡأَنۡعَٰمُ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡۖ فَٱجۡتَنِبُواْ ٱلرِّجۡسَ مِنَ ٱلۡأَوۡثَٰنِ وَٱجۡتَنِبُواْ قَوۡلَ ٱلزُّورِ ٣٠
30. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi
Tuhannya. Dan
telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan
kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan
jauhilah perkataan-perkataan dusta
Kemudian juga, sudahkah kita
termasuk orang-orang yang senantiasa mengagung sunnah dengan cara mengajarkannya
serta mengikutinya ? Apakah hak-hak kedua orang tua kita sudah kita tunaikan
atau bagaimana ? Adakah kita ini masuk kedalam golongan orang-orang yang
senantiasa bertaubat ? sudah kita senantiasa berusaha menambah ilmu kita dengan
terus belajar dan belajar ?
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
telah mewajibkan kita untuk menjumpainya di akhirat dengan amal perbuatan,
bukan hanya sekedar pengakuan yang hampa dari bukti. Allah Azza wa Jalla
mewajibkan kita untuk bertaqarrub kepadaNya dengan ikhlas serta penuh
ketundukan. Dan sesungguhnya akan memuliakan orang-orag yang memuliakanNya dan
menghinakan orang yang menghinakanNya.
Sungguh introspeksi (muhasabah) diri
yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam perbuatan yang kecil ataupun yag
besar sambil terus berpegang dengan sunnah merupakan jalan selamat yang akan
menghantarkan kepada keridhaan Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla
berfirman :
[Al Hasyr/59 : 18]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨
18. Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dalam hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang merasa senang
dengan kebaikannya serta merasa susah dengan keburukannya maka dia seorang
mukmin.”
Semoga Allah menjadikan kita semua
termasuk orang-orang beriman yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari
akhir.
Posted by: Opar Suparma, M.Si.
Sumber :
- Al-Qura'an
- Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.Tazkiyatun Nafs, Bab Muhasabah, Penerbit Pustaka Arafah. Solo.
- https://almanhaj.or.id
- https://id.wikipedia.or,id