Bagaimana upaya memahami nilai-nilai yang dapat
mengontrol perilaku dalam suatu masyarakat dan mengatur perilaku seseorang
secara benar?
Sejauh mana upaya kita dalam
mengimplementasikan Pentingnya Pemahaman Terhadap Perkembangan Moral dan
Kecerdasan Spiritual. Dimana Kematangan intelektual dapat dikembangkan melalui
pembiasaan juga memberikan pemahaman agama atau spiritual seyogyanya sesuai
dengan tahap kemampuan berpikir.
Kecerdasan spiritual yang tinggi dan berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat serta media sosial memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual.
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral-peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep-konsep moral menentukan pola perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Memahami nilai-nilai yang dapat mengontrol perilaku dalam suatu masyarakat dan mengatur perilaku seseorang secara benar merupakan bagian yang penting dari perkembangan konsep benar dan salah, hal itu berubah sejalan dengan tumbuh dewasa.
Kecerdasan spiritual yang tinggi dan berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat serta media sosial memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual.
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral-peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep-konsep moral menentukan pola perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Memahami nilai-nilai yang dapat mengontrol perilaku dalam suatu masyarakat dan mengatur perilaku seseorang secara benar merupakan bagian yang penting dari perkembangan konsep benar dan salah, hal itu berubah sejalan dengan tumbuh dewasa.
1.
Bagaimana memahami konsep perkembangan aspek moral dan kecerdasan
spiritual; identifikasi
ciri-ciri moral dan kecerdasan spiritual peserta didik; dan implementasinya
dalam pembelajaran. Kemudian mampu mendeskripsikan tahapan perkembangan aspek
moral peserta didik, membedakan ciri-ciri moral peserta didik yang tinggi dan
rendah , mengidentifikasi moral peserta didik, mendeskripsikan tahapan
perkembangan kecerdasan spiritual peserta didik, membedakan ciri-ciri
perilaku peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi dan rendah,
mengidentifikasi kecerdasan spiritual peserta didik, menentukan kegiatan
pembelajaran yang memfasilitasi perkembangan aspek moral dan kecerdasan
spiritual peserta didik
2. Sejauh mana kita
memahami ilmu dasar dalam Perkembangan Moral?
Setiap
individu sebagai bagian dari masyarakat diharapkan bersikap sesuai dengan cara
yang disetujui masyarakat. Bersikap baik dan benar adalah sikap yang dipelajari
melalui interaksi dengan lingkungan. Ketika anak lahir tidak memiliki hati nurani
atau skala nilai, mereka memiliki skala nilai karena hasil dari proses belajar.
Belajar berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat merupakan proses
yang panjang dan lama yang terus berlanjut sampai usia remaja. Interaksi sosial
memegang peranan penting dalam perkembangan moral, karena anak mempunyai
kesempatan untuk belajar kode moral dan mendapat kesempatan untuk belajar
bagaimana orang lain memberikan penilaian. Bila penilaiannya positif maka akan
memotivasi untuk menyesuaikan dengan standar nilai yang berlaku.
a. Moralitas Merupakan Hasil
Belajar
Hati nurani atau skala
nilai merupakan hasil dari proses belajar untuk belajar berperilaku sesuai
dengan yang disetujui masyarakat. Hal itu merupakan salah satu tugas
perkembangan yang penting di masa kanakkanak. Sebelum masuk sekolah mereka
diharapkan sudah mampu membedakan yang baik dan salah dalam suatu situasi yang
sederhana, hal itu merupakan dasar bagi perkembangan hati nurani. Sebelum masa
kanakkanak berahir, amat diharapkan anak dapat mengembangkan skala nilai atau
hati nurani untuk membimbing mereka dalam mengambil keputusan moral.
Menurut Hurlock (2013:
75) terdapat empat pokok utama dalam mempelajari sikap moral sebagai berikut
ini.
1) Mempelajari apa yang
diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum,
kebiasaan, dan peraturan.
2) Mengembangkan hati
nurani atau suara hati merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting
pada akhir masa kanak-kanak. Suara hati juga dikenal sebagai “cahaya dari
dalam” dan polisi internal yang mendorong anak untuk melakukan hal yang benar
dan menghindari hukuman.
3) Belajar mengalami
perasaan bersalah dan rasa malu bila perilakunya tidak sesuai dengan harapan
kelompok. Ausubel (Hurlock, 2013:78) menjelaskan
rasa bersalah merupakan salah satu mekanisme psikologis yang paling penting
dalam proses sosialisasi. Hal itu juga merupakan unsur penting bagi
kelangsungan hidup budaya karena hal itu merupakan penjaga yang paling efisien
dari individu.
4) Mempunyai kesempatan
berinteraksi sosial dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang
peranan penting dalam perkembangan moral.
Pada masa ini anak sudah
mempertimbangkan situasi khusus mengenai moral yang baik dan salah. Menurut
Piaget (Hurlock, 2003:163) pada masa ini anak mulai menggantikan moral yang
kaku menjadi relativisme, contohnya anak umur 5 tahun berbohong itu buruk, anak
yang lebih besar berbohong itu dibolehkan dalam situasi tertentu. Anak akan berusaha
menyesuaikan diri dengan peraturan kelompok agar diterima oleh kelompoknya.
Oleh karena itu sekolah harus memberikan perhatian pada pendidikan moral
mengenai konsep benar dan salah serta alasannya mengapa perbuatan itu
diperbolehkan atau dilarang., agar peserta didik memahami konsep benar dan
salah secara lebih luas dan lebih abstrak. Penerapan konsep benar dan salah
harus diberikan secara konsiten oleh guru dan orangtua.
Kehidupan moral tidak
dapat dipisahkan dari keyakinan beragama, karena nilai-nilai moral bersifat
tegas, pasti, tetap, serta tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu.
Nilai ini bersumber dari agama (Daradjat: 2010:156)
Baca juga: Langkah-langkah Model Pembelajaran Inovatif
Baca juga: Langkah-langkah Model Pembelajaran Inovatif
b. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moral
Kohlberg menekankan bahwa
perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang
secara bertahap (Santrock, 2010:118-119). Terdapat tiga tingkat perkembangan
moral, yang masingmasing ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami
perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg adalah internalisasi, yaitu
perubahan perkembangan dari
perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku
yang dikendalikan secara internal.
Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran
prakonvensional (4-10 tahun) adalah tingkat yang paling rendah dalam
teoriperkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral tetapi dikendalikan oleh hadiah dan hukuman
eksternal.
Tahap 1. Orientasi hukuman
dan ketaatan. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada hukuman. Anak-anak
taat karena menghindari hukuman, menaruh hormat karena melihat sifat yang
memberi aturan yang bersangkutan.
Tahap 2. Orientasi
ganjaran. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hadiah dan kepentingan
sendiri. Anak taat karena akan mendapat hadiah dan mendapat balasan budi.
Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Pada tingkat penalaran
konvensional (10 – 13 tahun) internalisasi masih setengah-setengah. Anak patuh
secara internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya
ditetapkan oleh orang lain, seperti orangtua atau oleh aturan sosial.
Tahap 3. Norma-norma
interpersonal. Pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian dan
kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Anak taat
untuk menghindari rasa tidak setuju dari orang lain. Anak-anak sering mengambil
standar-standar moral orangtuanya untuk mengharapkan penghargaan dari
orangtuanya sebagai anak yang baik.
Tahap 4. Orientasi otoritas.
Pada tahap ini pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial,
hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Perilaku yang benar
adalah melaksanakan tugas dan kewajiban, menghargai kewibawaan, dan
mempertahankan peraturan yang berlaku.
Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran
pascakonvensional (13 tahun – ke atas) adalah tingkat tertinggi dari teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini terjadi internalisasi moral pada
individu dan tidak didasarkan pada standarstandar moral orang lain. Seseorang
mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan kemudian
memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Tahap 5. Orientasi kontrak
sosial. Pada tahap ini seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan
bersifat relatif dan standar nilai dapat berbeda antara satu orang dengan yang
lainnya. Tindakan seseorang dibimbing oleh asas-asas yang biasa disetujui
sebagai hal yang penting bagi kesejahteraan umum, asas-asas yang dijunjung
tinggi untuk mempertahankan penghargaan dari teman sebaya merupakan penghargaan
diri.
Tahap 6. Prinsip-prinsip
etis universal. Pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar
moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang bersifat universal. Tindakan
dibimbing oleh asas-asas atas pilihan sendiri atau kata hati, asas-asas yang
dijunjung tinggi untuk menghindari penyesalan diri.
Berdasarkan uraian di
atas peserta didik tingkat awal umumnya berada pada tingkat prakonvensional dan
peserta didik tingkat tinggi umumnya berada pada tingkat perkembangan
konvensional. Menurut Conger (Makmun, 2002: 108) terdapat
hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan
perkembangan intelektual. Menurut Bandura dan Mc. Donald (Atkinson, 1996: 83)
perkembangan pertimbangan mana yang baik dan salah tidak hanya merupakan fungsi
kematangan kemampuan kognitif (intelektual) tetapi berdasarkan identifikasi
anak-anak dengan orangtua, standar moral yang dianut oleh teman sebaya, para
pelaku pada cerita TV, dan buku. Ciri-ciri perilaku moral peserta didik
yang buruk yang perlu mendapat perhatian diantaranya adalah berbohong/tidak
jujur, mencuri, menyontek, perilaku melukai diri sendiri, tidak
bertanggungjawab.
3. Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan.Dengan demikiania akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Tuhan,
menjalaninya sesuai dengan perintah Tuhan dan mengembalikan apapun hasilnya
kepada Tuhan. Menurut Zohar dan Marshal kecerdasan spiritual merupakan
kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia, karena paling berperan dalam
kehidupan manusia. Kecerdasan spiritual merupakan aspek yang sangat penting
dalam pembentukan kepribadian manusia, dan merupakan landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Agustian, 2001:57).
Setiap orang pernah
mengalami penghayatan keagamaan bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang
Maha Agung yang melebihi apapun. Penghayatan keagamaan menurut Brightman (Makmun,
2009:108) tidak hanya mengakui atas keberadaan-Nya melainkan juga
mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eksternal (abadi) yang
mengatur tata hidup manusia dan alam semesta.
Baca Juga: Layanan Bimbingan Psiko-Edukatif di Sekolah
Baca Juga: Layanan Bimbingan Psiko-Edukatif di Sekolah
A. Tahap Perkembangan
Penghayatan Keagamaan Usia Sekolahdan Karakteristiknya
Sejalan dengan
perkembangan kesadaran moraliras, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat
hubungannya dengan perkembangan intelektual, emosional dan konatif. Para ahli
seperti Daradjat, Starbuch, dan James
(Makmun, 2009:108) sependapat secara
garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dibagi dalam tiga tahapan
yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapantahapan
itu ialah sebagai berikut, (1) masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun); (2)
masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun); (3) masa remaja (12-18 tahun)
dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu remaja awal dan akhir.
Karakteristik
penghayatan keagamaan pada masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang
ditandai, antara lain sebagi berikut ini.
1) Sikap keagamaan bersifat
reseptif (menerima saja apa yang dijelaskan orangtua atau guru kepadanya)
tetapi disertai pengertian
2) Pandangan dan paham
ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional sesuai dengan kemampuan berpikir anak
yaitu dengan cara yang lebih dekatdengan kehidupan sehari-hari dan lebih
konkret yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai perwujudan dari
keberadaan dan keagungan-Nya;
3) Penghayatan secara
rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual (ibadah keagamaan)
diterima sebagai keharusan moral.
B. Proses
Perkembangan Kecerdasan Spiritual dan Penghayatan Keagamaan
Potensi kecerdasan
spiritual berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan sekitar
sampai akhir hayatnya. Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan
spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang tidak tepat dari orang
tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa yang mereka miliki.Menurut
Daradjat (2010:75) bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan penghayatan
keagamaan adalah orangtua, guru dan dan lingkungan. Pendidikan dilingkungan
keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan penghayatan
keagamaan. Hubungan yang harmonis dengan orangtua, disayang, dlindungi, dan
mendapat perlakuan baik, maka anak akan mudah menerima kebiasaan orangtua, dan
selanjutnya akan cenderung kepada agama. Sebaliknya hubungan dengan orangtua
yang kurang harmonis, penuh tekanan, kecemasan, ketakutan, menyebabkan sulitnya
perkembangan agama pada anak.
Pendidikan anak di
sekolah, khususnya pendidikan agama di SD merupakan dasar bagi sikap jiwa
agama. Apabila guru memberi sikap positif terhadap agama maka akan berpengaruh dalam
membentuk pribadi dan akhlaq yang baik. Pendidikan keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual. Terpeliharanya kecerdasan spiritual
akan mengoptimalkan IQ dan EQ.
Daradjat (2010:90) menyatakan
penghayatan keagamaan berkaitan dengan kematangan intelektual dandapat
dikembangkan melalui pembiasaan juga memberikan pemahaman agama sesuai dengan
tahap kemampuan berpikirnya.
Anak-anak dilahirkan
dengan kecerdasan spiritual yang tinggidan berkembang karena
adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan.Oleh karena itu pendidikan
keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam
memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual.
C. Identifikasi Perilaku Moral dan Kecerdasan Spiritual
Peserta Didik
Cara mengidentifikasi
aspek moral dan kecerdasan spiritual peserta didik sama dengan cara
mengidentifikasi yang telah diuraikan pada materi pembelajaran materi
perkembangan emosi dan sosial.
4. Implementasi Dalam Pembelajaran
a.
Jadilah panutan dengan menampilkan sikap dan perilaku yang
mencerminkan kepribadian dan moral yang baik, serta cerdas secara
spiritual,
b.
Ciptakan iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan moral dan
kecerdasan spiritual peserta didik. Selain pandai guru atau pendidik juga harus bersikap
bijaksana, sabar, hangat dan ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan bersikap
positif terhadap pekerjaan. Sikap yang demokratis dan perlakuan yang baik dari
guru akan membangun hubungan baik dengan peserta didik, sehingga iklim belajar
yang kondusif bagi perkembangan peserta didik akan terwujud.
c.
Pahami ada keragaman dalam perilaku moral dan kecerdasan
spiritual karena tidak semua peserta didik memiliki lingkungan keluarga
yang menjunjung moral dan spiritual yang tinggi serta keluarga yang harmonis.
Oleh karena itu guru atau pendidik harus bersikap menerima semua peserta didik, dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Jangan bersikap kasar atau tidak sepatutnya sesuai etika dan moral yang positif kepada mereka
yang belum menampilkan moral dan kecerdasan spiritual sesuai yang diharapkan,
namun bersikap bijak dan tetap mendorongnya dengan sabar
.
d. Rancang pembelajaran
dengan memasukan aspek moral at spiritual dalam pembelajaran.
e. Kembangkan perilaku
moral dan spiritual melalui pembiasa pemahaman dan disiplin yang disertai
konsekuensi yang m norma-norma perilaku moral/spiritual yang harus dilaku
empati, taat aturan, tanggungjawab, menghargai orang lain, lain dsb.
f. Biasakan berdoa sebelum
dan sesudah belajar dan dorong pes rajin beribadah serta libatkan mereka dalam
kegiatan keagam
g. Buat suatu tugas
kelompok/kelas yang dapat meningkatkan (membantu orang lain dengan ikhlas).
Beri mereka kebebasa kegiatan yang dapat membantu orang lain, mungkin memba
kesulitan belajar, membersihkan halaman sekolah, dsb (Santro
h. Bekerja sama dengan
rekan guru, terutama guru agama serta membantu meningkatkan perilaku moral dan
kecerdasan spiritual.
Demikianlah pembahasan terhadap Pentingnya Pemahaman Terhadap
Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual Dimana
Kematangan intelektual dapat dikembangkan
melalui pembiasaan juga memberikan pemahaman agama atau spiritual seyogyanya sesuai
dengan tahap kemampuan berpikir. Kecerdasan spiritual yang tinggi dan berkembang karena adanya pengaruh
interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan
lingkungan masyarakat serta media memegang peranan penting dalam memelihara dan
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual. Saudaraku tentunya
bisa kita simpulkan sendiri dan untuk lebih mendalam lagi penting juga kita
memahami terhadap bagaimana Pengertian Paham Positif sebagai
knowledge kita dalam meretas kehidupan namun sbelumnya apakah kita sudah paham
terhadap apa itu Pengertian Hukum Alam. Selanjutnya
bisa kita baca pada link yang sudah Abah Opar cantumkan dan terima kasih sudah
mampir di situs kami semoga bermanfaat.