Search here

17 Mei 2017

Pentingnya Pemahaman Terhadap Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual

Bagaimana upaya memahami nilai-nilai yang dapat mengontrol perilaku dalam suatu masyarakat dan mengatur perilaku seseorang secara benar?


Sejauh mana upaya kita dalam mengimplementasikan Pentingnya Pemahaman Terhadap Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual. Dimana Kematangan intelektual dapat dikembangkan melalui pembiasaan juga memberikan pemahaman agama atau spiritual seyogyanya sesuai dengan tahap kemampuan berpikir. 

Kecerdasan spiritual yang tinggi dan berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat serta media sosial memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual.

Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral-peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep-konsep moral menentukan pola perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Memahami nilai-nilai yang dapat mengontrol perilaku dalam suatu masyarakat dan mengatur perilaku seseorang secara benar merupakan bagian yang penting dari perkembangan konsep benar dan salah, hal itu berubah sejalan dengan tumbuh dewasa.

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan fitrah sebagai hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya God-Spot pada otak manusia.  Pada God-Spot itulah terdapat fitrah manusia yang terdalam.

Abah Opar : Pentingnya Pemahaman Terhadap Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual



1.   Bagaimana memahami konsep perkembangan aspek moral dan kecerdasan spiritual; identifikasi ciri-ciri moral dan kecerdasan spiritual peserta didik; dan implementasinya dalam pembelajaran. Kemudian mampu mendeskripsikan tahapan perkembangan aspek moral peserta didik, membedakan ciri-ciri moral peserta didik yang tinggi dan rendah , mengidentifikasi moral peserta didik, mendeskripsikan tahapan perkembangan kecerdasan spiritual peserta didik, membedakan ciri-ciri perilaku peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi dan rendah, mengidentifikasi kecerdasan spiritual peserta didik, menentukan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi perkembangan aspek moral dan kecerdasan spiritual peserta didik 

2.   Sejauh mana kita memahami ilmu dasar dalam Perkembangan Moral?
   Setiap individu sebagai bagian dari masyarakat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat. Bersikap baik dan benar adalah sikap yang dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Ketika anak lahir tidak memiliki hati nurani atau skala nilai, mereka memiliki skala nilai karena hasil dari proses belajar. Belajar berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat merupakan proses yang panjang dan lama yang terus berlanjut sampai usia remaja. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral, karena anak mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral dan mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain memberikan penilaian. Bila penilaiannya positif maka akan memotivasi untuk menyesuaikan dengan standar nilai yang berlaku.

a.  Moralitas Merupakan Hasil Belajar

Hati nurani atau skala nilai merupakan hasil dari proses belajar untuk belajar berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat. Hal itu merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting di masa kanakkanak. Sebelum masuk sekolah mereka diharapkan sudah mampu membedakan yang baik dan salah dalam suatu situasi yang sederhana, hal itu merupakan dasar bagi perkembangan hati nurani. Sebelum masa kanakkanak berahir, amat diharapkan anak dapat mengembangkan skala nilai atau hati nurani untuk membimbing mereka dalam mengambil keputusan moral. 

Menurut Hurlock (2013: 75) terdapat empat pokok utama dalam mempelajari sikap moral sebagai berikut ini. 

1)   Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan. 

2)   Mengembangkan hati nurani atau suara hati merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting pada akhir masa kanak-kanak. Suara hati juga dikenal sebagai “cahaya dari dalam” dan polisi internal yang mendorong anak untuk melakukan hal yang benar dan menghindari hukuman.


3) Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilakunya tidak sesuai dengan harapan kelompok. Ausubel (Hurlock, 2013:78) menjelaskan rasa bersalah merupakan salah satu mekanisme psikologis yang paling penting dalam proses sosialisasi. Hal itu juga merupakan unsur penting bagi kelangsungan hidup budaya karena hal itu merupakan penjaga yang paling efisien dari individu.

4) Mempunyai kesempatan berinteraksi sosial dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral.

Pada masa ini anak sudah mempertimbangkan situasi khusus mengenai moral yang baik dan salah. Menurut Piaget (Hurlock, 2003:163) pada masa ini anak mulai menggantikan moral yang kaku menjadi relativisme, contohnya anak umur 5 tahun berbohong itu buruk, anak yang lebih besar berbohong itu dibolehkan dalam situasi tertentu. Anak akan berusaha menyesuaikan diri dengan peraturan kelompok agar diterima oleh kelompoknya. Oleh karena itu sekolah harus memberikan perhatian pada pendidikan moral mengenai konsep benar dan salah serta alasannya mengapa perbuatan itu diperbolehkan atau dilarang., agar peserta didik memahami konsep benar dan salah secara lebih luas dan lebih abstrak. Penerapan konsep benar dan salah harus diberikan secara konsiten oleh guru dan orangtua. 

Kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama, karena nilai-nilai moral bersifat tegas, pasti, tetap, serta tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu. Nilai ini bersumber dari agama (Daradjat: 2010:156)

Baca jugaLangkah-langkah Model Pembelajaran Inovatif

b. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moral 

Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap (Santrock, 2010:118-119). Terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang masingmasing ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg adalah internalisasi, yaitu perubahan      perkembangan    dari   perilaku yang dikendalikan     secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran prakonvensional (4-10 tahun) adalah tingkat yang paling rendah dalam teoriperkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral tetapi dikendalikan oleh hadiah dan hukuman eksternal. 

Tahap 1. Orientasi hukuman dan ketaatan. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada hukuman. Anak-anak taat karena menghindari hukuman, menaruh hormat karena melihat sifat yang memberi aturan yang bersangkutan. 

Tahap 2. Orientasi ganjaran. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hadiah dan kepentingan sendiri. Anak taat karena akan mendapat hadiah dan mendapat balasan budi. 

Tingkat Dua: Penalaran Konvensional

Pada tingkat penalaran konvensional (10 – 13 tahun) internalisasi masih setengah-setengah. Anak patuh secara internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya ditetapkan oleh orang lain, seperti orangtua atau oleh aturan sosial. 

Tahap 3. Norma-norma interpersonal. Pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Anak taat untuk menghindari rasa tidak setuju dari orang lain. Anak-anak sering mengambil standar-standar moral orangtuanya untuk mengharapkan penghargaan dari orangtuanya sebagai anak yang baik.

Tahap 4. Orientasi otoritas. Pada tahap ini pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Perilaku yang benar adalah melaksanakan tugas dan kewajiban, menghargai kewibawaan, dan mempertahankan peraturan yang berlaku.

Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional (13 tahun – ke atas) adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini terjadi internalisasi moral pada individu dan tidak didasarkan pada standarstandar moral orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Tahap 5. Orientasi kontrak sosial. Pada tahap ini seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan bersifat relatif dan standar nilai dapat berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Tindakan seseorang dibimbing oleh asas-asas yang biasa disetujui sebagai hal yang penting bagi kesejahteraan umum, asas-asas yang dijunjung tinggi untuk mempertahankan penghargaan dari teman sebaya merupakan penghargaan diri.

Tahap 6. Prinsip-prinsip etis universal. Pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang bersifat universal. Tindakan dibimbing oleh asas-asas atas pilihan sendiri atau kata hati, asas-asas yang dijunjung tinggi untuk menghindari penyesalan diri.
Berdasarkan uraian di atas peserta didik tingkat awal umumnya berada pada tingkat prakonvensional dan peserta didik tingkat tinggi umumnya berada pada tingkat perkembangan konvensional. Menurut Conger (Makmun, 2002: 108) terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan perkembangan intelektual. Menurut Bandura dan Mc. Donald (Atkinson, 1996: 83) perkembangan pertimbangan mana yang baik dan salah tidak hanya merupakan fungsi kematangan kemampuan kognitif (intelektual) tetapi berdasarkan identifikasi anak-anak dengan orangtua, standar moral yang dianut oleh teman sebaya, para pelaku pada cerita TV, dan buku.  Ciri-ciri perilaku moral peserta didik yang buruk yang perlu mendapat perhatian diantaranya adalah berbohong/tidak jujur, mencuri, menyontek, perilaku melukai diri sendiri, tidak bertanggungjawab.

3. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan.Dengan demikiania akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Tuhan, menjalaninya sesuai dengan perintah Tuhan dan mengembalikan apapun hasilnya kepada Tuhan. Menurut Zohar dan Marshal kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia, karena paling berperan dalam kehidupan manusia. Kecerdasan spiritual merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia, dan merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Agustian, 2001:57).

Setiap orang pernah mengalami penghayatan keagamaan bahwa di luar dirinya  ada kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun. Penghayatan keagamaan menurut Brightman (Makmun, 2009:108) tidak hanya mengakui atas keberadaan-Nya melainkan juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eksternal (abadi) yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta.

Baca Juga:   Layanan Bimbingan Psiko-Edukatif di Sekolah

A. Tahap Perkembangan Penghayatan Keagamaan Usia Sekolahdan Karakteristiknya

     Sejalan dengan perkembangan kesadaran moraliras, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual, emosional dan konatif. Para ahli seperti Daradjat, Starbuch, dan James (Makmun, 2009:108) sependapat secara garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapantahapan itu ialah sebagai berikut, (1) masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun); (2) masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun); (3) masa remaja (12-18 tahun) dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu remaja awal dan akhir. 

     Karakteristik penghayatan keagamaan pada masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain sebagi berikut ini.
1)     Sikap keagamaan bersifat reseptif (menerima saja apa yang dijelaskan orangtua atau guru kepadanya) tetapi disertai pengertian
2)     Pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional sesuai dengan kemampuan berpikir anak yaitu dengan cara yang lebih dekatdengan kehidupan sehari-hari dan lebih konkret yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai perwujudan dari keberadaan dan keagungan-Nya;
3)     Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual (ibadah keagamaan) diterima sebagai keharusan moral.

B. Proses Perkembangan Kecerdasan Spiritual dan Penghayatan  Keagamaan 

     Potensi kecerdasan spiritual berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan sekitar sampai akhir hayatnya. Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang tidak tepat dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa yang mereka miliki.Menurut Daradjat (2010:75) bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan penghayatan keagamaan adalah orangtua, guru dan dan lingkungan. Pendidikan dilingkungan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan penghayatan keagamaan. Hubungan yang harmonis dengan orangtua, disayang, dlindungi, dan mendapat perlakuan baik, maka anak akan mudah menerima kebiasaan orangtua, dan selanjutnya akan cenderung kepada agama. Sebaliknya hubungan dengan orangtua yang kurang harmonis, penuh tekanan, kecemasan, ketakutan, menyebabkan sulitnya perkembangan agama pada anak. 

     Pendidikan anak di sekolah, khususnya pendidikan agama di SD merupakan dasar bagi sikap jiwa agama. Apabila guru memberi sikap positif terhadap agama maka akan berpengaruh dalam membentuk pribadi dan akhlaq yang baik. Pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual. Terpeliharanya kecerdasan spiritual akan mengoptimalkan IQ dan EQ.

     Daradjat (2010:90) menyatakan penghayatan keagamaan berkaitan dengan kematangan intelektual dandapat dikembangkan melalui pembiasaan juga memberikan pemahaman agama sesuai dengan tahap kemampuan berpikirnya.

     Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual  yang  tinggidan berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan.Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual.

      C. Identifikasi Perilaku Moral dan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik
    Cara mengidentifikasi aspek moral dan kecerdasan spiritual peserta didik sama dengan cara mengidentifikasi yang telah diuraikan pada materi pembelajaran materi perkembangan emosi dan sosial.

4.   Implementasi Dalam Pembelajaran

a.       Jadilah panutan dengan menampilkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kepribadian dan moral yang baik, serta cerdas secara spiritual, 

b.       Ciptakan iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan moral dan kecerdasan spiritual peserta didik. Selain pandai guru atau pendidik juga harus bersikap bijaksana, sabar, hangat dan ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan bersikap positif terhadap pekerjaan. Sikap yang demokratis dan perlakuan yang baik dari guru akan membangun hubungan baik dengan peserta didik, sehingga iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik akan terwujud.

c.       Pahami ada keragaman dalam perilaku moral dan kecerdasan spiritual karena tidak semua peserta didik memiliki lingkungan keluarga yang menjunjung moral dan spiritual yang tinggi serta keluarga yang harmonis. Oleh karena itu guru atau pendidik harus bersikap menerima semua peserta didik, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan bersikap kasar atau tidak sepatutnya  sesuai etika dan moral yang positif kepada mereka yang belum menampilkan moral dan kecerdasan spiritual sesuai yang diharapkan, namun bersikap bijak dan tetap mendorongnya dengan sabar
d.     Rancang pembelajaran dengan memasukan aspek moral at spiritual dalam pembelajaran.

e.      Kembangkan perilaku moral dan spiritual melalui pembiasa pemahaman dan disiplin yang disertai konsekuensi yang m norma-norma perilaku moral/spiritual yang harus dilaku empati, taat aturan, tanggungjawab, menghargai orang lain, lain dsb.

f.       Biasakan berdoa sebelum dan sesudah belajar dan dorong pes rajin beribadah serta libatkan mereka dalam kegiatan keagam

g.     Buat suatu tugas kelompok/kelas yang dapat meningkatkan (membantu orang lain dengan ikhlas). Beri mereka kebebasa kegiatan yang dapat membantu orang lain, mungkin memba kesulitan belajar, membersihkan halaman sekolah, dsb (Santro

h.     Bekerja sama dengan rekan guru, terutama guru agama serta membantu meningkatkan perilaku moral dan kecerdasan spiritual.


      Demikianlah pembahasan terhadap Pentingnya Pemahaman Terhadap Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spiritual  Dimana Kematangan intelektual dapat dikembangkan melalui pembiasaan juga memberikan pemahaman agama atau spiritual seyogyanya sesuai dengan tahap kemampuan berpikir. Kecerdasan spiritual yang  tinggi dan berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat serta media memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual. Saudaraku tentunya bisa kita simpulkan sendiri dan untuk lebih mendalam lagi penting juga kita memahami terhadap bagaimana Pengertian Paham Positif   sebagai knowledge kita dalam meretas kehidupan namun sbelumnya apakah kita sudah paham terhadap apa itu  Pengertian Hukum Alam. Selanjutnya bisa kita baca pada link yang sudah Abah Opar cantumkan dan terima kasih sudah mampir di situs kami semoga bermanfaat.



Posted by : Opar Suparma, M.Si


Related Post :


Pageviews Artcle

Rekomendasi Unuk Anda Baca

9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah

Education and Knowledge Update   Apa Saja Yang Termasuk 9 Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah itu ? Sahabatku beriku...

Comments
Comments