Damage to mangrove forests, coastal
erosion and accretion, changes in land use in coastal areas, seawater intrusion
and seawater pollution is a problem of coastal areas and beaches.
Masyarakat yang peduli
terhadap lingkungan sangat didambakan oleh generasi masa yang akan datang.
Kelestarian pesisir dan pantai perlu kita pikirkan bersama untuk lestari yang
sesuai dengan fungsi utamanya, dalam kesempatan ini Abah akan menyampaikan
pentingnya menjaga kelestarian pesisir dan pantai, meskipun kita tinggal di
pegunungan atau perkotaan yang jauh dari garis pantai, tanpa disadari kitapun
sudah turut andil terhadap kerusakan pesisir dan pantai secara tidak langsung,
apalagi kalau kita tinggal di pesisir pantai. Karena pantai merupakan ciri khas
sebuah negara kepulauan, sebagai pelindung daratan bahkan sebagai wisata alam
bahari untuk pelepas lelah dan penat, selain itu pesisir dan pantai sangat
banyak fungsinya. Namun apa yang terjadi pada saat ini? Sangatlah kita
mengkhawatirkan akan nasib pantai dan pesisir, hampir di semua daerah terjadi
penjarahan dan kerusakan.
Apa saja yang menjadi
penyebab terjadinya permasalahan kawasan pesisir dan pantai?
Mari kita teliti
satu-persatu penyebabnya yaitu kerusakan hutan mangrove, abrasi dan akresi
pantai, perubahan tataguna lahan di wilayah pesisir, intrusi air laut, dan
pencemaran air laut. Degradasi lingkungan di kawasan pesisir disebabkan oleh
fenomena alam seperti abrasi dan akresi pantai, eksploitasi sumberdaya marine yang berlebih-lebihan, konversi
lahan mangrove menjadi tambak, deplesi air tanah tawar, dan tidak berkelanjutannya
praktek pengelolaan lahan di daerah hulu DAS.
Consequently, the co-existence
creation process between environmental variables that leads to harmony and
sustainability among variables becomes neglected
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup
ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan
pelaku pengelolaan :
1. Akibat
adanya kegagalan kebijakan (lag of
policy) sebagai bagian dari kegagalan Perangkat hukum yang tidak dapat
menginternalisasi permasalahan lingkungan yang ada. Kegagalan kebijakan (lag of policy) terindikasi terjadi
akibat adanya kesalahan justifikasi para
policy maker dalam menentukan kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang
berkaitan erat dengan keberadaan SDA dan lingkungan. Artinya bahwa, kebijakan
tersebut membuat ‘blunder’ sehingga lingkungan hanya menjadi variabel minor. Padahal, dunia
internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu
lingkungan hidup, seperti green product,
sanitary safety, dan sebagainya. Selain itu, proses penciptaan dan
penentuan kebijakan yang berkenaan dengan Lingkungan ini dilakukan dengan minim
sekali melibatkan partisipasi masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai
komponen utama sasaran yang harus dilindungi. Contoh menarik adalah kebijakan
penambangan pasir laut. Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu
menciptakan peluang investasi terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain
telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan dan sangat dirasakan langsung
oleh nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar kegiatan. Bahkan secara tidak
langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai, karena
karakteristik wilayah pesisir yang bersifat dinamis.
2. Adanya
kegagalan masyarakat (lag of community)
sebagai bagian dari kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa
persoalan mendasar yang menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat (lag of community) terjadi akibat
kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat menyelesaikan persoalan lingkungan
secara sepihak, disamping kurangnya kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk
memberikan pressure kepada pihakpihak yang berkepentingan dan berkewajiban
mengelola dan melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut
semakin memperburuk bargaining position masyarakat sebagai pengelola local dan
pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja, kegagalan masyarakat melakukan
penanggulangan masalah pencemaran yang diakibatkan oleh kurang perdulinya
publik swasta untuk melakukan internalisasi eksternalitas dari kegiatan usahanya.
Contoh kongkrit adalah banyaknya pabrik-pabrik yang membuang limbah yang tidak
diinternalisasi ke DAS yang pasti akan terbuang ke laut atau kebocoran pipa
pembuangan residu dari proses ekstrasi minyak yang tersembunyi, dan sebagainya.
3. Adanya
kegagalan pemerintah (lag of government)
sebagai bagian kegagalan pelaku pengelolaan regional yang diakibatkan oleh
kurangnya perhatian pemerintah dalam menanggapi persoalan Lingkungan. Kegagalan
pemerintah (lag of government)
terjadi akibat kurangnya kepedulian pemerintah untuk mencari alternatif
pemecahan persoalan lingkungan yang dihadapi secara menyeluruh dengan
melibatkan segenap komponen terkait (stakeholders).
Dalam hal ini, seringkali pemerintah melakukan penanggulangan permasalahan
Lingkungan yang ada secara parsial dan kurang terkoordinasi.
Dampaknya, proses
penciptaan co-existence antar variable lingkungan yang menuju
keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi terabaikan. Misalnya
saja, solusi pembuatan tanggultanggul penahan abrasi yang dilakukan di beberapa
daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa,
secara jangka pendek mungkin dapat menanggulangi permasalahan yang ada, namun
secara jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau juga mungkin lebih
besar akan terjadi di daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan laut
yang bersifat dinamis.