Yup kita telaah tentang Hakekat Model Pembelajaran Cooperative Learning. Semoga bisa bermanfa'at untuk peningkatan proses pembelajaran bagi para Guru. Kita menyadarinya bahwa mengajar
bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran pada siswa, melainkan yang terpenting
adalah bagimana bahan pelajaran tersebut dapat disajikan dan dipelajari oleh
siswa secara efektif dan efisien. Dalam pembelajaran sangat diperlukan teknik
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Agar
tujuan tersebut tercapai dengan baik maka diperlukan kemampuan dalam memilih
dan menggunakan metode mengajar. Apabila kemampuan tersebut telah kita miliki,
maka kita akan dengan mudah mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
terdiri dari dua orang atau lebih.
Model
pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang menekankan
berfikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif, perilaku
kooperatif dan menghormati perbedaan dalam masyarakat yang heterogen.
Melaksanakan
pembelajaran kooperatif dan mengubah peran guru dari peran guru sebagai pusat
pembelajaran kepada peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Lima unsur dasar
dalam model pembelajaran kooperatif
adalah tatap muka, komunikasi antar anggota, tanggungjawab perseorangan,
saling ketergantungan positif, dan proses kelompok.
Model pembelajaran Cooperative
Learning merupakan suatu strategi pembelajaran yang memiliki pola tertentu
dimana siswa belajar dan bekerja dalam terdiri dari orang dua orang atau lebih
dalam struktur kerjasama yang teratur.
Cooperative Learning juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus
diperoleh dari guru melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam
pembelajaran itu, yakni rekan sebaya ( Peer
Teaching ) bagi anak tertentu, pengajaran oleh rekan sebaya terkadang lebih
efektif daripada pengajaran oleh guru, terutama untuk anak yang kurang memiliki
keberanian berbicara dimuka umum atau sulit mengajukan pertanyaan maupun
pendapat terhadap guru.
Keberhasilan belajar dalam Coorporative Learning bukan
semata ditentukan oleh kemampua individu secara utuh, melainkan perolehan itu
akan baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur
dengan baik.
Dalam Coorporative Learning terdapat lima unsur yang harus diterapkan,
antara lain :
a. Saling ketergantungan positif, yaitu sifat
yang menunjukan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok
secara positif. Keberhasilan kelompok karena setiap anggota dianggap memiliki
kontribusi.
b. Tanggung jawab perseorangan, artinya bahwa
setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat
ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.
c. Tatap muka, artinya bahwa setiap kelompok
harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Hasil pemikiran
beberapa kepala dalam diskusi akan lebih baik hasilnya dibanding pemikiran satu
kepala / perorangan. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok.
d. Komunikasi antar anggota. Dalam berdiskusi
atau bekerjasama diperlukan adanya komunikasi antar anggota. Keberhasilan suatu
kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat.
e. Proses kelompok, merupakan proses
perolehan jawaban permasalahan yang dikerjakan oleh kelompok secara
bersama-sama.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran Kooperatifumumnya menempuh langkah sebagai berikut :
a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta
didik, pada tahap ini kegiatan yang ditempuh adalah Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
peserta didik belajar.
b. Menyajikan Informasi, Guru menyajikan
informasi kepada peserta didik dengan jalan demontrasi atau lewat bacaan.
c. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam
kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien susunan/cara duduk peserta didik selalu berkelompok,
berhadap-hadapan.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar,
tahap ini guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
e. Evaluasi, pada tahap evaluasi, guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
f.
Memberikan
penghargaan, tugas yang dilakukan guru adalah mencari cara untuk menghargai
upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.
Untuk menumbuhkan motivasi
kepada peserta didik dapat dilakukan pengulangan informasi, memberikan stimulus
baru misalnya melalui pertanyaan. Sehingga setiap individu akan terdorong
melakukan sesuatu bila merasakan ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan
ketidakseimbangan, rasa ketegangan yang menuntut kepuasan supaya kembali pada
keadaan seimbang. Ketidakseimbangan disebabkan rasa tidak puas dan bila kebutuhan
itu telah terpenuhi dan terpuaskan aktivitas menjadi berkurang sampai muncul
lagi kebutuhan-kebutuhan baru.
Clifford T. Morgan memandang bahwa anak (individu)
memiliki kebutuhan :
1) untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu
sendiri,
2) untuk menyenangkan hati orang lain,
3) untuk berprestasi atau mencapai hasil
4) untuk mengatasi kesulitan.
(Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran
Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004, h.12)
Pendapat
di atas bila dianalisa memandang bahwa setiap anak sebagai individu pada
dasarnya memiliki kebutuhan untuk berbuat sesuatu bagi diri sendiri bahkan
ingin menyenangkan orang lain dan mencapai prestasi tertentu serta kebutuhan
untuk mengatasi kesulitan.
Hakekat pembelajaran kooperatif, terletak pada keterlibatan
peserta didik dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi.
Melalui pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran, diharapkan siswa mampu
mengeksplorasikan perasaannya, memperoleh wawasan tentang sikap dan
persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, serta mengeksplorasikan inti permasalahan yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya melalui berbagai cara.
Metode Pembelajaran Kooperatif, tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa
melainkan peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, keterampilan intelektual, dan belajar berbagai peran orang dewasa
dengan terlibat dalam pengalaman nyata/simulasi. Bahkan pembelajaran kooperatif
menekankan pada saling ketergantungan positif antara peserta didik. Dengan kata
lain keberhasilan belajar yang dilakukan siswa karena dorongan dan bantuan
orang lain. Hal inilah yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan
pembelajaran yang kompetitif yang memiliki saling ketergantungan negatif.
Model pembelajaran kooperatif dapat
digunakan untuk mengajar materi yang agak kompleks (Dimensi akademik) juga
dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial
dan hubungan antar manusia. (Elaine B. Johnson, PH.D. Contelstual
Teaching & Learning,n .Bandung : MLC,2007, h.190)
Pembelajaran
Kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan
teori belajar sosial Vygotsky.
Dalam
pembelajaran kooperatif sekurang-kurangnya terdapat empat jenis pendekatan yang
umumnya digunakan dalam mengembangkan pembelajaran, antara lain adalah Student
Team Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group Investigasion, dan Pendekatan
Struktural.
1)
Student Team Achievement Divisions (STAD)
Student Team Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh
Robert Slavin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana.
Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut :
a)
Membentuk kelompok yang anggotanya + 4 orang
secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
b)
Guru menyajikan pelajaran
c)
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan
oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d)
Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa.
Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e)
Guru memberi evaluasi dengan memberikan skor
pengembangan pada kuis yang diberikan untuk siswa secara individu. Skor
pengembangan ini tidak didasarkan pada skor mutlak siswa tetapi berdasarkan
pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa lainnya.
f)
Kesimpulan
g)
Penutup
2)
Jigsaw
Model
Pembelajaran Jigsaw adalah strategi pembelajaran kooperatif dimana para siswa
bekerja sama dengan siswa lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Tiap individu
andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan
tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Hal
ini yang mendorong motivasi belajar kepada siswa untuk selalu mengevalusi
proses pembelajaran mereka.
Strategi
pembelajaran Jigsaw diciptakan oleh Aronson dkk pada tahun 1976. Strategi
pembelajaran Jigsaw merupakan model pembelajaran diskusi yang dicirikan dengan
adanya kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok Asal merupakan kelompok induk
atau kelompok awal yang telah dipersiapkan sebelumnya, baik oleh guru mapun
atas pilihan peserta didik, namun sebaiknya diupayakaan heterogen. Kelompok
ahli merupakan kelompok yang terbentuk berdasarkan nomor yang sama. Dengan
adanya kelompok induk dan kelompok ahli ini peserta didik belajar dan bekerja
di kelompok dan rekan yang berbeda. Kelompok ahli itulah yang akan mendapat
tugas tetapi setiap satu kelompok ahli memiliki tugas yang berbeda. Pada
kelompok ahli inilah akan terjadi interaksi multi arah dalam suasana diskusi
kelompok selanjutnya setelah di kelompok ahli menyelesaikan pekerjaannya tiap
individu kelompok ahli kembali ke dalam kelompok induk atau kelompok asal.
Setelah kembali ke kelompok asal maka tiap anggota kelompok induk telah
memiliki materi dan bahan yang berbeda yang harus dilaporkan kepada forum
diskusi di kelompok induk. Tugas berikut yang akan diemban oleh kelompok induk
adalah menyampaikan presentasi dalam forum diskusi umum.
“Strategi Pembelajaran
Jigsaw adalah strategi yang mampu merangsang kreativitas dan aktivitas peserta
didik untuk mengungkapkan ide, gagasan, prakarsa dan terobosan baru dalam
pemecahan masalah dalam hal ini aktivitas peserta didik mampu melakukan
komunikasi dan interkasi multiarah yang
berdampak para siswa memiliki sikap mampu mengembangkan solidaritas, demokrasi
menghargai dan menghormati pendapat orang lain sehingga peserta didik menjadi
terbiasa melaksanakan musyawarah dan memiliki sikap berani mengungkapkan ide
dan gagasan di hadapan banyak orang.”( LPMP Jawa Barat, Pedoman
Pembelajaran Kontekstual. Bandung : LPMP
Jawa Barat, 2004, h.20)
Kelebihan
teknik Jigsaw adalah melatih setiap peserta didik untuk menganalisis,
memecahkan masalah secara bersama-sama dalam kelompok yang memungkinkan peserta
didik untuk mampu berkomunikasi dengan lebih banyak teman karena berganti
kelompok dengan adanya kelompok induk dan kelompok ahli sehingga peserta didik
memiliki kesempatan untuk mengenal karakter dan sifat teman-temannya sehingga
akan terjalin hubungan yang dekat an kompak antar peserta didik di dalam kelas.
Teknik
pembelajaran Jigsaw merupakan modifikasi dari pola metode pembelajaran diskusi
yang dikembangkan melalui pemerataan tugas tiap individu yang menjadi anggota
kelompok.
“Teknik Jigsaw
mengembangkan pembelajaran aktif (active
learning) yang memiliki empat komponen pembelajaran aktif meliputi
pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi. Dari keempat komponen ini
tampak yang memiliki kontribusi yang sangat besar dalam upaya mengembangkan
kemampuan berfikir dan bernalar adalah komponen interaksi.” (Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran
Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004, h.12)
Seorang
yang memiliki kemampuan berfikir kritis dan kreatif umumnya memiliki kemampuan
untuk menghasilkan banyak gagasan, mampu mengemukakan berbagai macam pemecahan
masalah, mampu mencetuskan gagasan dengan cara tidak klise, mampu untuk
menguraikan sesuatu secara rinci, dan mampu meninjau persoalan dengan cara
pandang berbeda.
Oleh karena itu teknik jigsaw mampu mengembangkan kemampuan
berfikir peserta didik dengan memberikan kebebasn berpendapat secara terbuka
sehingga akan mampu bertindak secara demokratis.
Model
pembelajaran dengan teknik Jigsaw memiliki karakteristik bekerja berkelompok
dengan tahapan pembelajaran sebagai berikut :
a.
Tahap I, Guru
membentuk kelompok-kelompok induk, masing-masing antra 4 – 8 orang.
Masing-masing peserta didik di setiap kelompok induk diberi penomoran secara
berurut sesuai dengan jumlah anggota kelompok.
b.
Tahap II, Peserta didik yang bernomor sama
dikumpulkan membentuk kelompok ahli. Guru selanjutnya memberi tugas yang
berbeda kepada tiap kelompok ahli untuk mendiskusikan permasalahan dengan cara
bekerjasama dalam kelompok ahli tersebut. Masing-masing anggota kelompok ahli
harus mengetahui atau mencatat hasil diskusi di kelompok ahli, untuk kemudian
melaporkan kepada kelompok induk semula.
c.
Tahap III, setelah diskusi kelompok ahli selasai,
setiap anggota kelompok kembali ke kelompok induk masing-masing untuk
menyampaikan laporan dan mendiskusikan masalah dari beberapa kelompok ahli.
Selanjutnya salah satu atau masing-masing kelompok induk melakukan presentasi
sedangkan kelompok lain menanggapi presentasi kelompok tersebut. Setelah
presentasi selesai guru memberikan penguatan dan bersama-sama murid
menyimpulkan hasil belajar.
d.
Tahap IV, guru memberikan kuis individual terjadwal
kemudian membuat skor perkembangan tiap siswa hasilnya diumumkan.
3)
Group Investigation
a) Guru membagi kelas dalam beberapa
kelompok heterogen
b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan
tugas kelompok
c) Guru memanggil ketua-ketua untuk satu
materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang
berbeda dari kelompok lain
d)
Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada
secara kooperatif berisi penemuan
e)
Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua
menyampaikan hasil pembahasan kelompok
f)
Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi
kesimpulan
g)
Evaluasi
4)
Number Head Together
Langkah-langkah
pembelajaran Number Head Together adalah :
a)
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor
b)
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya
c)
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan
memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
d)
Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian
guru menunjuk nomor yang lain
f)
Kesimpulan
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk
jamak dari kata medium dan secara harfiah berarti perantara atau
pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari
pengirim ke penerima pesan.
Arif S. Sadiman (1999: 6) yang mengutip
pendapat Gagne bahwa media
adalah, ”Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar”.
National Education Association (NEA) dalam Abdul Halim (2002: 11) mendefinisikan
media sebagai ”Benda yang
dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan dan dipergunakan dalam kegiatan
belajar mengajar”.
AECT (Association of Education and Communication Technology)
dalam Azhar Arsyad (1996: 3) memberikan
batasan media sebagai, ”Segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dan informasi.” Tujuan media adalah untuk menghilangkan
salah tafsir, menghindarkan kebosanan, menarik perhatian dan minat, memberikan
umpan balik, dan mengatasi keterbatasan objek. Pendapat-pendapat di atas memiliki kesamaan, yaitu media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat penerima.
”Kata
pembelajaran sengaja dipakai sebagai
padanan kata instruction dalam bahasa
Inggris” (Arif S. Sadiman 1999:
7). Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas dari kata
pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di dalam ruang
kelas secara formal, maka pembelajaran atau instruction
mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik.
Dalam instruction, yang ditekankan
adalah proses belajar, maka pembelajaran merupakan usaha-usaha yang terencana
dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri
siswa. Pendapat di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa dalam pembelajaran
ada proses belajar dan upaya pemberdayaan media yang dapat menjadi perantara
atau jembatan yang membantu keberhasilan proses belajar tersebut.
Azhar
Arsyad (1996: 4) mengutip pendapat
Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan
istilah ”medium sebagai perantara
yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.”
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang berupa
mahluk hidup, benda, peralatan, atau kegiatan yang digunakan untuk memperlancar
penyaluran pesan yang dapat merangsang minat, pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan audien sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada
diri seseorang atau sekelompok orang.
Higgis
dalam Ruseffendi (1993: 144) mengatakan bahwa perbandingan keberhasilan 60% lawan 10% antara menggunakan media dengan tidak
menggunakan media. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
segala bentuk media yang memiliki fungsi perantara sampainya informasi dan
membawa pesan-pesan serta digunakan untuk tujuan instruksional maka media
tersebut disebut media pembelajaran.
Banyak
pakar pendidikan yang mengklasifikasikan jenis-jenis media. Rudy Bretz dalam Arif S. Sadiman (1999: 20) mengutarakan ada delapan
klasifikasi media: 1) media audio visual gerak, 2) media audio visual diam, 3)
media audio semi-gerak, 4) media visual gerak, 5) media visual diam, 6) media
semi- gerak, 7) media audio, dan 8) media cetak. Senada dengan itu Briggs
mengidentifikasi tigabelas macam media yang dipergunakan dalam proses belajar
mengajar, yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak,
pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film
bingkai, film, televisi, dan gambar. Selanjutnya, Gagne membuat tujuh macam
pengelompokkan media, yaitu: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan,
media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar.
Ketujuh kelompok media ini kemudian dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi
menurut tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya, yaitu: pelontar
stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, member
kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih-ilmu, menilai
prestasi, dan pemberi umpan balik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan, orang, teknik,
latar, dan peralatan. Media terdiri atas perangkat lunak (software) yang berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya
disajikan dengan menggunakan peralatan; dan peralatan atau perangkat keras (hardware) yang berupa mahluk hidup atau
benda perantara yang bermakna.(Opar Suparma,M.Si)
Daftar Pustaka:
Ahmad
Rohani, Pengelolaan Pengajaran Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004, h.12
-------. 2008. Asyik Belajar dengan Cooperative Learning: IPA untuk SD dan MI. Jakarta:
Depdiknas Dikdasmen.
Sudarsono, F. X. 1992. Action Research. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati. 2002. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, U. 2002. Psikologi
Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algrensindo.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teching and
Learning). Jakarta Direktorat PLP.