UMUM
I. Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar
Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di
sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Memang untuk
menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara, tidak
cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi
constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari
Undang-Undang Dasar itu.
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti
kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya
Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana
terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus
diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.
Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya
undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar
undang-undang itu.
II. Pokok-pokok pikiran dalam ”pembukaan”
Apakah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” Undang-Undang
Dasar.
1. “Negara” - begitu bunyinya - “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian
“pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara
yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar
harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan”
ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan
dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan
cita-cita hukum (Reichtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik
hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini
dalam pasal-pasalnya.
IV. Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan supel.
Undang-Undang Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal
lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika
dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.
Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat
aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada
pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan
kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara
muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan
pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan
kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah, dan mencabut.
Demikianlah sistem Undang-Undang Dasar.
Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan
masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman
berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena
itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan
masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa
memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran
yang masih mudah berubah.
Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh
karena itu, makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita
harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan
zaman. Jangan sampai kita membikin undang-undang yang lekas usang (verouderd).
Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah
semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya
bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin
pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak
ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak
sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik,
Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi yang
paling penting ialah semangat. Maka semangat itu hidup, atau dengan lain
perkataan dinamis. Berhubung dengan itu, hanya aturan-aturan pokok saja
harus ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-undang.
SISTEM
PEMERINTAHAN NEGARA
Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah:
I. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat).
1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusional.
2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
III. Kekuasaan
Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gezamte
Staatgewalt liegi allein bei der Majelis).
3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis
Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan
des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar
dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala
Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang
memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan
haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis.
Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada
Majelis. Ia ialah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan
putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet”
kepada Majelis.
IV. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di
bawah Majelis.
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and
responssibility upon the President).
V. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama
dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan,
artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan.
VI. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri
negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari pada Dewan, akan tetapi
tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.
VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak
terbatas.
Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
adalah kuat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak
bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer).
Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap
menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan
Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden
dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang
telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya
bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.
Menteri-menteri negara bukan
pegawai tinggi biasa.
Meskipun kedudukan menteri negara tergantung dari pada
Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena
menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir
executif) dalam praktek.
Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui
seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan
itu, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan
politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para
menteri itu pemimpin-pemimpin negara.
Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam
pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya
dibawah pimpinan Presiden.
BAB I
BENTUK DAN
KEDAULATAN NEGARA
Pasal 1
Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik,
mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah penyelenggara negara
yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang
kedaulatan negara.
BAB II
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan,
seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan
betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.
Yang disebut “golongan-golongan” ialah badan-badan
seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan
demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan
sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya
golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.
Ayat 2
Badan yang akan besar jumlahnya bersidang
sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu
dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan
persidangan istimewa.
Pasal 3
Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang
kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamik
masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan
segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang
hendaknya dipakai untuk dikemudian hari.
BAB III
KEKUASAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
dan pasal 5 ayat 2
Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara.
Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
peraturan pemerintah (pouvoir reglementair).
Pasal 5
ayat 1
Kecuali executive power, Presiden bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam
negara.
Pasal-pasal:
6, 7, 8, 9
Telah jelas.
Pasal-pasal:
10,11,12,13,14,15
Kekuasaan-kekuasaan
Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai
Kepala Negara.
BAB IV
DEWAN
PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
Dewan ini ialah sebuah Council of State yang
berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah. Ia sebuah badan
penasehat belaka.
BAB V
KEMENTERIAN
NEGARA
Pasal 17
Lihatlah di atas.
BAB VI
PEMERINTAHAN
DAERAH
Pasal 18
I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka
Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat
juga.
Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
pula dalam daerah yang lebih kecil.
Di
daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.
Di daerah-daerah
yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di
daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
II. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende
landchappen dan volksgemeenschappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh
karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara
Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan
segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak
asal-usul daerah tersebut.
BAB VII
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
Pasal-pasal:
19, 20, 21, dan 23
Lihatlah diatas.
Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan
undang-undang dari pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk
menetapkan undang-undang.
III. Dewan ini mempunyai juga hak begrooting pasal 23.
Dengan ini,
Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol pemerintah.
Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 22
Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden.
Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar
supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan
yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun
demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya
sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB VIII
HAL
KEUANGAN
Pasal 23
ayat: 1, 2, 3, 4
Ayat I memuat hak begrooting Dewan Perwakilan
Rakyat.
Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah
suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme,
anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara
demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti
Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan
undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari
mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri,
dengan perantaraan dewan perwakilannya.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara
hidupnya.
Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan
dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan
pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.
Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk
menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang
yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan
dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya
atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga.
Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat.
Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat
sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang
dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya,
jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu,
keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.
Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan
mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.
Ayat 5
Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan
tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk
kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya
badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.
Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan
dengan undang-undang.
BAB IX
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Pasal 24
dan 25
Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus
diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.
BAB X
WARGA
NEGARA
Pasal 26
Ayat 1
Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan
Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di
Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Ayat 2
Pasal 27,
30, 31, ayat 1
Telah jelas.
Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara.
Pasal 28,
29, ayat 1, 34
Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.
Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun
yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk
membangunkan negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan
keadilan sosial dan perikemanusiaan.
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
ayat 1
Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
BAB XII
PERTAHANAN
NEGARA
Pasal 30
Telah jelas.
BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal 31
ayat 2
Telah jelas.
Pasal 32
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab,
budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
BAB XIV
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Pasal 33
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran
bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak,
tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang
banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang
banyak boleh ada ditangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Telah cukup jelas, lihat diatas.
BAB XV
BENDERA
DAN BAHASA
Pasal 35
Telah jelas.
Pasal 36
Telah jelas.
Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang
dipelihara oleh rakyatnya dengan
baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya)
bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.
Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan
Indonesia yang hidup.
BAB XVI
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
Telah jelas.
Selanjutnya silahkan Klik Kembali <Back> untuk menuju Label
Constitution (Hukum) dan Klik Sitemap pada
bilah atas yang sudah disediakan semoga menemukan apa yang
anda cari dari situs Abah Opar and terima kasih sudah
berkunjung "good luck"